Irwan68’s Weblog


REFORMASI BIROKRASI
April 6, 2008, 11:25 am
Filed under: Uncategorized

REFORMASI BIROKRASI

SEBAGAI SYARAT PENEGAKAN DAN PEMBERANTASAN KKN

Mencermati tahun 1997 awal krisis ekonomi yang melanda Indonesia hingga sekarang ini, maka dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia tidak memiliki dasar yang kuat untuk dapat tegar menghadapi perubahan-perubahan global. Berbagai tekanan yang datang dari dalam dan luar negeri selalu menghasilkan perubahan ke arah yang lebih buruk dalam kinerja ekonomi, struktur sosial masyarakat, dan struktur politik bangsa.

Pemerintah selalu mengalami kesulitan dalam upayanya mengentaskan bangsa ini bangkit dari keterpurukan ekonomi, sosial, dan politik. Krisis demi krisis akhirnya menghancurkan modal sosial bangsa. Pada sisi lain terdapat penurunan kemampuan kinerja birokrasi, yang dalam konteks negara berkembang, akan sangat berpengaruh terhadap kinerja bangsa secara menyeluruh. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 di beberapa daerah menghasilkan pemahaman yang tidak tepat. Pemahaman yang keliru ini meningkatkan ketidakpastian ekonomi, sosial, dan politik, sementara biaya penyelenggaraan Pemerintah juga meningkat.

Apa yang perlu dilakukan oleh birokrasi Indonesia dalam suasana yang tidak menentu? Birokrasi dalam pengertian di sini adalah organisasi besar dengan staf yang bekerja penuh waktu yang memiliki sistem penilaian standar, dan hasil kerjanya tidak dinilai secara langsung di pasar eksternal. Perubaban dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tidak menghasilkan output yang menguntungkan masyarakat luas. Bahkan terkesan, masyarakat semakin sulit memperoleh hak pelayanan publik. Dunia usahapun konon semakin terperosok.

Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup didalamnya penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang sating terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi demokrasi kita saat ini.

Namun, kita harus akui bahwa peralihan dari sistem otoritarian ke sistem demokratik dewasa ini merupakan periode yang amat sulit bagi proses reformasi birokrasi. Apalagi, kalau dikaitkan dengan kualitas birokrasi pemerintahan maupun realisasi otonomi daerah, serta maraknya penyalahgunaan wewenang pada birokrasi pemerintahan yangdiperkirakan semakin sistemik dan bahkan merata ke daerah-daerah.

Belajar Dari Negeri Lain

Globalisasi tak hanya menuntut peningkatan peran sektor swasta, tetapi juga menuntut sektor publik untuk memperbaiki kinerjanya dalam rangka melayani kebutuhan pasar global. Hal ini telah berlangsung di Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina. Di Singapura, misalnya, munculnya pasar global ditanggapi perrnerintah dengan meningkatkan kompetensi civil service agar mereka mampu menjawab tantangan zaman dan lebih kompetitif di dunia internasional.

Birokrasi di Malaysia lebih diorientasikan ke bisnis untuk menggantikan peran aktif birokrasi dalam pembangunan dan meredefinisi perannya sebagai fasilitator dalam aktivitas sektor swasta.

Dalam kasus di Thailand, munculnya peran birokrasi publik adalah untuk memfasilitasi kebijakan pro-pasar seperti privatisasi dan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan sektor swasta seperti business licensing, perdagangan internasional, dan pengawasan fiskal. Perubahan birokrasi di Thailand belakangan ini juga lebih menempatkan dirinya sebagai katalisator untuk memfasilitasi aktivitas ekonomi yang civil service-nya berperan sebagai pendukung dan bukannya pemimpin.

Hal yang sama juga dilakukan Filipina. Hal ini dengan jelas menunjukkan bahwa

perubahan birokrasi itu menekankan perlunya keterbukaan struktural untuk memungkinkan terjadinya pertukaran gagasan dan perubahan inovasi. Meski demikian, tidak semua negara berhasil melakukan perubahan birokrasi. Singapura dan Malaysia tergolong cukup efektif mewujudkan beberapa reformasi administrasi, antara lain karena stabilitas politik dan kerja sama yang baik antara birokrasi dan pemimpin politik.

Sementara itu, Indonesia, Thailand, dan Filipina kurang efektif dalam mewujudkan perubahan administrasi karena dominannya aparat birokrasi dan adanya konflik atau kolusi antara birokrasi dan elite politik.

Berkenaan dengan orientasi baru birokrasi yang lebih melihat ke pasar, kelak diharapkan keputusan didasarkan pada analisis Iogis dan melihat secara jeli implikasi dari kebijakan pro-pasar untuk legitimasi birokrasi publik, moralitas, dan motivasi pegawai negeri, serta mempertimbangkan manfaat dan kerugiannya bagi penduduk. Untuk itu, pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan perbedaan mendasar antara sektor publik dan sektor swasta dalam hal tujuan, struktur, norma-norma, meneliti secara kritis pelaksanaan ekonomi, sosial, dan keuntungan serta kerugian administrasi dalam transis birokrasi, mengidentifikasi siapa saja yang diuntungkan dan siapa yang tidak diuntungkan dari perubahan birokrasi.

Posisi dan Peran Birokrasi

Pola birokrasi yang cenderung sentralisitik, dan kurang peka terhadap perkembangan ekonomi, sosial dan politjk masyarakat harus ditinggalkan, dan diarahkan seiring dengan tuntutan masyarakat. Harus diciptakan Birokrasi yang terbuka, profesional dan akuntabel.

Birokrasi yang dapat memicu pemberdayaan masyarakat, dan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat tanpa diskriminasi. Birokrasi demikian dapat terwujud apabila terbentuk suatu sistem di mana terjadi mekanisme Birokrasi yang efisien dan efektif dengan menjaga sinergi yang konstiruktif di antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat.

Saat ini posisi, wewenang dan peranan Birokrasi masih sangat kuat, baik dalam mobilisasi sumber daya pembangunan, perencanaan, maupun pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan yang masih terkesan sentralistik.

Di samping itu, kepekaan Birokrasi untuk mengantisipasi tuntutan perkembangan

masyarakat mengenai perkembangan ekonomi, sosial dan politik sangat kurang sehingga kedudukan birokrasi yang seharusnya sebagai pelayan masyarakat cenderung bersifat vertical top down daripada horizontal partisipative.

tindih kegiatan antar instansi dan masih banyak fungsi-fungsi yang sudah seharusnya dapat diserahkan kepada masyarakat masih ditangani pemerintah. peran Birokrasi lebih cenderung sebagai agen pembaharuan, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. adalah perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang berfungsi sebagai motivator dan fasilitator guna tercapainya swakarsa dan swadaya masyarakat termasuk dunia usaha.

Birokrasi masih belum efisien, yang antara lain ditandai dengan adanya tumpang

Dengan makin besarnya peran yang dijalankan oleh masyarakat, maka seharusnya Oleh karena itu, fungsi pengaturan dan pengendalian yang dilakukan oleh negara Peran lain yang seharusnya dijalankan oleb birokrasi adalah sebagai consensus building, yaitu membangun pemufakatan antara negara, sektor swasta dan masyarakat.

Peran ini harus dijalankan oleh birokrasi mengingat fungsinya sebagai agen pembaharuan dan faslitator. Sebagai agen perubahan, birokrasi harus mengambil inisiatif dan memelopori suatu kebijakan atau tindakan.

Sedangkan sebagai fasilitator, Birokrasi harus dapat memfasilitasi kepentingan-kepentingan yang muncul dari masyarakat, sektor swasta maupun kepentingan negara. Selain itu, pemisahan peran yang melekat pada aparatur pemerintah menjadi suatu keharusan. Aparatur pemerintah adalah pelayan publik yang harus melayani masyarakat apapun latar belakangnya.

Perbedaan ideologi maupun pilihan potitik tidak boleh menghalangi perannya sebagai pelayan masyarakat. Dalam rangka optimasi peran birokrasi sebagaimana dikemukakan diatas, kebijaksanaan debirokratisasi, deregulasi, dan desentralisasi perlu dilanjutkan dan dikawal pelaksanaannya, peningkatan pelayanan kepada masyarakat harus terusmenerus ditingkatkan dan diusahakan.

Upaya Reformasi Birokrasi

Reformasi birokrasi menjadi usaha mendesak mengingat implikasinya yang begitu luas bagi masyarakat dan negara. Perlu usaha-usaha serius agar pembaharuan birokrasi menjadi lancar dan berkelanjutan. Beberapa poin berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk menuju reformasi birokrasi.

Langkah internal:

1. Meluruskan orientasi

Reformasi birokrasi harus berorientasi pada demokratisasi dan bukan pada kekuasaan. Perubahan birokrasi harus mengarah pada amanah rakyat karena reformasi birokrasi harus bermuara pada pelayanan masyarakat.

2. Memperkuat komitmen

Tekad birokrat untuk berubah harus ditumbuhkan. Ini prasyarat penting, karena tanpa disertai tekad yang kuat dari birokrat untuk berubah maka reformasi birokrasi akan menghadapi banyak kendala. Untuk memperkuat tekad perubahan di kalangan birokrat perlu ada stimulus, seperti peningkatan kesejahteraan, tetapi pada saat yang sama tidak memberikan ampun bagi mereka yang membuat kesalahan atau bekerja tidak benar.

3. Membangun kultur baru

Kultur birokrasi kita begitu buruk, konotasi negatif seperti mekanisme dan prosedur kerja berbelit -belit dan penyalahgunaan status perlu diubah. Sebagai gantinya, dilakukan pembenahan kultur dan etika birokrasi dengan konsep transparansi, melayani secara terbuka, serta jelas kode etiknya.

4. Rasionalisasi

Struktur kelembagaan birokrasi cenderung gemuk dan tidak efisien. Rasionalisasi kelembagaan dan personalia menjadi penting dilakukan agar birokrasi menjadi ramping dan lincah dalam menyelesaikan permasalahan serta dalam menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat, termasuk kemajuan teknologi informasi.

5. Memperkuat payung hukum

Upaya reformasi birokrasi perlu dilandasi dengan aturan hukum yang jelas. Aturan hukum yang jelas bisa menjadi koridor dalam menjalankan perubahan- perubahan .

6. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia

Semua upaya reformasi birokrasi tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa disertai sumber daya manusia yang handal dan profesional. Oleh karena itu untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai diperlukan penataan dan sistem rekrutmen kepegawaian, sistem penggajian, pelaksanaan pelatihan, dan peningkatan kesejahteraan.

7. Reformasi birokrasi dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah perlu dilakukan:

a) Pelaksanaan otonomi daerah menuntut pembagian sumber daya yang memadai. Karena selama ini pendapatan keuangan negara ditarik ke pusat, sekarang sudah dimulai dan harus terus dilakukan distribusi lokal. Karena terdapat kesenjangan dalam sumber daya lokal, maka power sharing mudah dilakukan tapi reventte sharing lebih sulit dilakukan.

b) Untuk memenuhi otonomi, perlu kesiapan daerah untuk diberdayakan, karena banyak urusan negara yang perlu diserahkan ke daerah. Kecenderungan swasta berperan sebagai pemain utama, tentu memberi dampak kompetisi berdasarkan profesionalitas.

Langkah eksternal:

1. Komitmen dan keteladanan elit politik

Reformasi birokrasi merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar negara yang mengalami tradisi buruk untuk kurun yang cukup lama. Untuk memutus tradisi lama dan menciptakan tatanan dan tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang patut diteladani. Kepemimpinan yang kuat berarti hadirnya pemimpinpemimpin yang berani dan tegas dalam membuat keputusan. Sedangkan keteladanan adalah keberanian memberikan contoh kepada bawahan dan masyarakat.

2. Pengawasan masyarakat

Reformasi birokrasi akan berdampak langsung pada masyarakat, karena peran birokrasi yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada tataran ini masyarakat dapat dilibatkan untuk mengawasi kinerja birokrasi.

Kepemimpinan dan Peluang Reformasi Birokrasi

Patut rnenjadi perhatian semua pihak bahwa birokrasi merupakan kekuatan yang besar sekali. Kegiatannya menyentuh hampir setiap kehidupan warga negara. Makakebijakan yang dibuat oleh birokrasi sangat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Karena warga yang hidup dalam suatu negara terpaksa menerima kebijaksanaan yang telah dibuat oleh birokrasi, selain itu memang birokrasi merupakan garis terdepan yang berhubungan dengan pemberian pelayanan umum kepada masyarakat.

Berkenaan dengan hal tersebut, tidak berlebihan bila dikatakan, gagalnya upaya untuk membenahi birokrasi akan berdampak luas pada nasib rakyat, dan tentu saja berdampak pada proses demokratisasi. Nasib rakyat akan semakin terpuruk karena kualitas pelayan publik dan tidak berfungsinya pelayanan publik karena akan cenderung mendistorsi proses menuju keadilan dan kesejahteraan rakyat.

Pemilu 2004 merupakan momentum penting untuk melanjutkan proses reformasi birokrasi. Pergantian kepemimpinan sejak masa reformasi tidak berpengaruh pada kinerja birokrasi. Reformasi birokrasi sebenarnya sudah dilakukan secara internal. Perubahan struktur organisasi dan program kerja sudah dijalankan. Walaupun demikian, kinerjanya tetap tidak berubah bahkan cenderung semakin buruk. Kasus-kasus penyalahgunaan wewenang semakin meningkat tidak hanya terjadi di lembaga eksekutif melainkan meluas kelembaga legislatif dan yudikatif. Kecenderungan meluasnya kasus-kasus tidak hanya terjadi di tingkat pusat, tetapi juga meluas ke daerah. Hal itu bisa dimaklumi karena perubahan-perubahan internal itu dilakukan semata-mata hanya berdasarkan keinginan sesaat ketika eforia reformasi berlangsung.

Pergantian kepemimpinan pasca reformasi tidak mengubah perilaku ini, bahkan terjadi hal yang sebaliknya. Mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya adalah tidak adanya komitmen dan keteladanan dari para pemimpin. Perencanaan dan program reformasi sebaik apapun tidak akan bisa dijalankan kalau tidak ada komitmen dan keteladanan dari para pemimpin. Oleh karena itu, mau tidak mau pada Pemilu 2004 kita harus mendapatkan pemimpin-pemimpin yang mempunyai komitmen dan keteladanan tidak hanya pada proses reformasi birokrasi melainkan pemimpin yang mempunyai komitmen dan keteladanan untuk mengubah masa depan bangsa menuju keadaan yang lebih baik.

Hanya para pemimpin berkomitmen dan mampu memberi teladan serta benar-benar meluhurkan nilai-nilai moral dan akhlak, yang mampu menegakkan supremasi hukum dalam era pembangunan nasional berkelanjutan, dalam kerangka dasar membangun kembali Indonesia.



Kinerja
April 6, 2008, 11:24 am
Filed under: Uncategorized

Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar “kerja” yang menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.

Pengertian Kinerja Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan – kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda – tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.

Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) “Kinerja ( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”.

Menurut John Whitmore (1997 : 104) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan”.

Menurut Barry Cushway (2002 : 1998) “Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”.

Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah : “ merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001 : 78), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”.

John Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997 : 104) “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negative dari suatu kebijakan operasional. Mink (1993 : 76) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berperngendalian diri, (d) kompetensi.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1.Kemampuan mereka, 2.Motivasi, 3.Dukungan yang diterima, 4.Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5.Hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktifitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.

Penilaian Kinerja 

Penilaian kinerja ( performance appraisal ) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Menurut Bernardin dan Russel ( 1993 : 379 ) “ A way of measuring the contribution of individuals to their organization “. Penilaian kinerja adalah cara mengukur konstribusi individu ( karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja.

Menurut Cascio ( 1992 : 267 ) “penilaian kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu kelompok”.

Menurut Bambang Wahyudi ( 2002 : 101 ) “penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja / jabatan seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya”.

Menurut Henry Simamora ( 338 : 2004 ) “ penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan”.

Tujuan Penilaian Kinerja 

Menurut Syafarudin Alwi ( 2001 : 187 ) secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai suatu yang bersifat evaluation dan development yang bersifat efaluation harus menyelesaikan : 1.Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi 2.Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision 3.Hasil penilaian digunakan sebagai dasar meengevaluasi sistem seleksi. Sedangkan yang bersifat development penilai harus menyelesaikan : 1.Prestasi riil yang dicapai individu 2.Kelemahan- kelemahan individu yang menghambat kinerja 3.Prestasi- pestasi yang dikembangkan.

Manfaat Penilaian Kinerja Kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi adapun secara terperinci penilaian kinerja bagi organisasi adalah : 1.Penyesuaian-penyesuaian kompensasi 2.Perbaikan kinerja 3.Kebutuhan latihan dan pengembangan 4.Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja. 5.Untuk kepentingan penelitian pegawai 6.Membantu diaknosis terhadap kesalahan desain pegawai

Kriteria Baldrige – Kepemimpinan Organisasi (2005 Kriteria untuk Keunggulan Kinerja)

1.1 Kepemimpinan Organisasi (70pts)

Menjelaskan bagaimana Para Pemimpin Senior menuntun organisasi anda. Menjelaskan sistem pengelolaan dalam organisasi anda. Menjelaskan bagaimana Senior Leader mengkaji kinerja organisasi.

Dalam respon anda sertakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut :

a. Arahan Pimpinan Senior

(1) Bagaimana Para Pemimpin Senior menetapkan visi dan nilai-nilai organisasi? Bagaimana Senior Leader menerapkan visi dan nilai-nilai organisasi anda melalui sistem kepemimpinan, kepada seluruh karyawan, kepada pemasok-pemasok dan mitra utama, dan kepada para pelanggan seperlunya? Bagaimanakah tindakan pribadi mereka merefleksikan sebuah komitmen terhadap nilai-nilai oragnisasi?

(2) Bagaimanakah Para Pemimpin Senior mempromosikan lingkungan yang membentuk dan mensyaratkan perilaku yang etis dan mematuhi hukum dan aturan (legal)?

(3) Bagaimana Para Pemimpin Senior menciptakan sebuah organisasi yang berkesinambungan? Bagaimana Para Pemimpin Senior menciptakan lingkungan untuk peningkatan kinerja, pencapaian sasaran-sasaran strategis, innovatif, dan kelincahan organisasi? Bagaimana mereka menciptakan lingkungan untuk pembelajaran level organisasi dan karyawan? Bagaimana mereka secara pribadi berperan dalam perencanaan suksesi dan pengembangan dari pimpinan-pimpinan masa depan organisasi?

b. Komunikasi dan Kinerja Organisasi

1) Bagaimana Para Pemimpin Senior komunikasi dengan, memberdayakan, dan memotivasi semua karyawan diseluruh organisasi? Bagaimana Para Pemimpin Senior mendorong komunikasi dua arah yang frank diseluruh organisasi? Bagaimana Para Pemimpin Senior berperan aktif dalam memberikan hadiah dan penghargaan kepada karyawan untuk memperkuat berkinerja yang tinggi dan usaha-usaha yang fokus pada pelanggan?

2) Bagaimana Para Pemimpin Senior menciptakan sebuah fokus dan aksi untuk mencapai sasaran organisasi, meningkatkan kinerja, dan mencapai visi? Bagaimana Para Pemimpin Senior memasukkan sebuah fokus yang membalance nilai para pelanggan dan stakeholder didalam harapan kinerja organisasi?

Kriteria Baldrige: 4.1 – Pengukuran dan Analisis Kinerja Organisasi (2005 Kriteria untuk Keunggulan Kinerja)

4.1 Pengukuran dan Analisis Kinerja Organisasi (45 pts)

Jelaskan bagaimana organisasi anda mengukur, menganalisa, menyelaraskan dan memperbaiki data dan informasi kinerja pada seluruh tingkatan dan diseluruh bagian organisasi anda.

Dalam respon anda sertakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:

a. Pengukuran Kinerja

1) Bagaimana anda memilih, mengumpulkan, menyelaraskan dan mengintegrasikan data dan informasi untuk menelusuri operasi harian dan untuk menelusuri kinerja organisasi menyeluruh, termasuk progres sasaran-sasaran strategis dan rencana-rencana kerja? Apa saja ukuran-ukuran kinerja utama organisasi anda? Bagaimana anda menggunakan data dan informasi ini mendukung pengambilan keputusan organisasi dan inovasi?

2) Bagaimana anda memilih dan memastikan secara efektif data dan informasi pembanding utama untuk mendukung operasional dan pengambilan keputusan strategis dan inovasi?

3) Bagaimana anda mengusahakan system pengukuran kinerja anda sesuai dengan kebutuhan dan arah bisnis? Bagaimana anda memastikan system pengukuran kinerja anda sensitive terhadap perubahan organisasi maupun luar yang cepat dan tak terduga?

b. Analisa dan Kajian Kinerja

1) Bagaimana anda menganalisa kinerja dan kemampuan organisasi? Bagaimana Para Pemimpin Senior berperan pada kajian tersebut? Analisa apa yang anda lakukan untuk mendukung kajian-kajian kinerja ini dan untuk menjamin bahwa kesimpulan-kesimpulannya adalah valid? Bagaimana anda menggunakan hasil kajian ini untuk mengasses kesuksesan organisasi, kinerja kempetitif, dan progres relatif terhadap sasaran-sasaran strategis dan rencana-rencana kerja? Bagaimana anda menggunakan hasil kajian ini untuk mengasses kemampuan organisasi anda merespon secara cepat perubahan kebutuhan-kebutuhan organisasi dan tantangan-tantangan yang ada pada lingkungan operasi anda?

2) Bagaimana anda menterjemahkan temuan kajian kinerja organisasi menjadi prioritas untuk perbaikan yang luar biasa (breaktrough) dan terus menerus untuk peluang-peluang inovasi? Bagaimana peluang-peluang dan prioritas-prioritas ini diterapkan kepada kelompok kerja dan tingkat oerasional fungsi diseluruh organisasi untuk memampukan dukungan yang efektif pada pengambilan keputusan mereka? Bila memungkinkan, bagaimana prioritas-prioritas dan peluang-peluang itu diterapkan terhadap pemasok-pemasok dan para mitra untuk memastikan keselarasan organisasi?

Kriteria Baldrige: 4.2 – Informasi dan Pengelolaan Pengetahuan (2005 Kriteria untuk Keunggulan Kinerja)

4.2 Informasi dan Pengelolaan Pengetahuan (45 pts)

Jelaskan bagaimana organisasi anda menjamin kualtias dan ketersediaan data dan informasi yang diperlukan untuk karyawan, supplier dan partner dan pelanggan. Jelaskan bagaimana organisasi anda membangun dan mengelola asset pengetahuan.

Dalam respon anda sertakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:

a. Ketersediaan Data dan Informasi

1) Bagaimana anda menjadikan data dan informasi yang diperlukan tersedia? Bagaimana anda menjadikan data dan informasi dapat diakses oleh karyawan, pemasok dan mitra dan pelanggan, seperlunya?

2) Bagaimana anda menjamin perangkat keras dan perangkat lunak adalah handal, aman dan mudah digunakan?

3) Bagaimana anda menjamin ketersediaan data dan informasi secara terus menerus, termasuk ketersediaan sistem perangkat keras dan perangkat lunak, dalam kondisi darurat?

4) Bagaimana Anda menjaga agar mekanisme ketersediaan data dan informasi, termasuk sistem perangkat keras dan perangkat lunak sesuai dengan kebutuhan dan arah bisnis dan perubahan-perubahan teknologi dalam lingkungan operasi anda?

b. Pengelolaan Pengetahuan Organisasi

Bagaimana anda mengelola pengetahuan organisasi untuk mencapai yang berikut ini:

· Pengumpulan dan pemindahan pengetuhuan karyawan

· Pemindahan pengetahuan yang relevan dari dan kepada para pelanggan, pemasok, dan mitra.

· Pengidentifikasian yang cepat, penyebaran, dan implementasi rujukan terbaik (best practices

c. Data, Informasi, dan Kualitas Pengetahuan

Bagaimana Anda memastikan sifat data informasi dan pengetahuan organisasi berikut ini:

· Ketepatan

· Integritas dan handal

· Sesuai waktu

· Keamanan dan kerahasiaannya

Kriteria Baldrige: 5.1 – Sistem Kerja (2005 Kriteria untuk Keunggulan Kinerja)

5.1 Sistem Kerja (35 pts)

Menjelaskan bagaimana pekerjaan dan tugas-tugas organisasi anda memungkinkan karyawan dan organisasi untuk mencapai kinerja tinggi. Jelaskan bagaimana kompensasi, jenjang karir, dan praktek kerja terkait lainnya memungkinkan karyawan dan organisasi mencapai kinerja tinggi.

Dalam respon anda sertakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:

a. Organisasi dan Pengelolaan Pekerjaan

1) Bagaimana anda mengorganisasikan dan mengelola pekerjaan dan tugas-tugas, termasuk keahlian-keahlian, untuk mendorong kerjasama, inisiatif, pemberdayaan, inovasi, dan budaya organisasi anda? Bagaimana anda mengorganisasikan dan mengelola pekerjaan dan tugas-tugas, termasuk keahlian-keahlian, untuk mencapai kelincahan menjaga kesesuaian dengan kebutuhan-kebutuhan bisnis dan untuk mencapai rencana-rencana kerja anda?

2) Bagaimana sistem kerja anda menggarisbawahi pendapat yang berbeda, budaya, dan pemikiran para karyawan dan komunitas`anda dimana anda berinteraksi ( perekrutan karyawan dan komunitas pelanggan anda)

3) Bagaimana anda mendapatkan komunikasi yang efektif dan berbagi keterampilan keseluruh unit kerja, tugas-tugas dan lokasi?

b. Sistem Pengelolaan Kinerja Karyawan

Bagaimana sistem pengelolaan kinerja karyawan anda, termasuk umpan balik kepada karyawan, mendukung kerja kinerja tinggi dan berkontribusi kepada pencapaian rencana-rencana kerja? Bagaimana system pengelolaan kinerja karyawan anda mendukung fokus pada pelanggan dan bisnis? Bagaimana kompensasi, penghargaan, dan imbalan serta praktek insentif mendukung kerja berkinerja tinggi dan fokus pada pelanggan dan bisnis?

c. Penerimaan Karyawan dan Jenjang Karir

1) Bagaimana anda mengidentifikasikan karakteristik dan keterampilan yang diperlukan oleh karyawan potensial?

2) Bagaimana anda merekrut, mengangkat dan mempertahankan karyawan baru? Bagaimana anda memastikan bahwa karyawan mewakili berbagai macam ide, budaya dan pola pikir dari komunitas pengangkatan kryawan anda?

3) Bagaimana anda mencapai perencanaan suksesi efektif untuk posisi pimpinan dan pengelolaan termasuk para pimpinan senior? Bagaimana anda mengelola secara efektif jenjang karir untuk seluruh karyawan diseluruh organisasi anda?

Kriteria Baldrige: 5.2 – Motivasi dan Pembelajaran Karyawan (2005 Kriteria untuk Keunggulan Kinerja)

5.2 Motivasi dan Pembelajaran Karyawan (25 pts)

Jelaskan bagaimana pendidikan, pelatihan an pengembangan karir karyawan organisasi anda mendukung pencapaian sasaran menyeluruh anda dan berkontribusi pada berkinerja tinggi. Jelaskan bagaimana pendidikan, pelatihan dan pengembangan karir membangun pengetahuan, keterampilan dan kapabilitas.

Dalam respon anda sertakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:

a. Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Karyawan

1) Bagaimana pendidikan dan pelatihan karyawan berkontribusi pada pencapaian rencana operasional anda? Bagaimana pendidikan, pelatihan dan pengembangan karyawan merespon kebutuhan utama terkait dengan pengukuran kinerja, perbaikan kinerja organisasi dan perubahan teknologi? Bagaimana pendekatan pelatihan dan pendidikan Anda menyeimbangkan antara sasaran organisasi jangka pendek dan jangka panjang dengan kebutuhan karyawan untuk berkembang, pembelajaran yang sedang berlangsung dan jenjang karir?

2) Bagaimana pendidikan, pelatihan dan pengembangan karyawan anda merespon kebutuhan utama organisasi anda dikaitkan dengan orientasi karyawan baru, keanekaragaman, praktek bisnis yang etis dan pengembangan pengelolaan dan kepemimpinan? Bagaimana pendidikan, pelatihan dan pengembangan karyawan merespon kebutuhan utama organisasi Anda dikaitkan dengan karyawan, tempat kerja dan keamanan lingkungan?

3) Bagaimana anda mendapatkan serta menggunakan input dari karyawan dan supervisor dan manajer mereka tentang kebutuhan pendidikan dan pelatihan? Bagaimana anda menggabungkan pembelajaran organisasi dan asset pengetahuan ke dalam pendidikan dan pelatihan anda?

4) Bagaimana anda menyampaikan pendidikan dan pelatihan? Bagaimana anda mendapatkan masukan dari karyawan dan supervisor dan manajer mereka tentang pilihan cara mengajar pendidikan dan pelatihan? Bagaimana anda menggunakan pendekatan mengajar yang formal maupun informal, termasuk mentoring dan pendekatan lain, yang sesuai?

5) Bagaimana cara anda menekankan penggunaan pengetahuan dan keahlian pda kerja dan menjaga pengetahuan ini untuk penggunaan jangka panjang di organisasi. Bagaimana anda secara sistematis mentransfer pengetahuan dari karyawan yang akan pensiun atau berhenti?

6) Bagaimana anda mengevaluasi efektifitas pendidikan dan pelatihan, dikaitkandengan kinerja individu dan organisasi?

b. Motivasi dan Pengembangan Karir

Bagaimana anda memotivasi karyawan untuk mengembangkan dan menggunakan potensi penuh mereka? Bagaimana organisasi anda menggunakan mekanisme formal dan informal untuk menolong karyawan menggapai jabatan dan karir terkait pengembangan dan sasaran-sasaran pembelajaran? Bagaimana manajer dan supervisor menolong karyawan menggapai jabatan dan karir terkait pengembangan dan sasaran-sasaran organisasi?

Kriteria Baldrige: 5.3 – Rasa Dimanusiakan dan kepuasan karyawan (2005 Kriteria untuk Keunggulan Kinerja)

5.3 Rasa Dimanusiakan dan kepuasan karyawan (25 pts)

Jelaskan bagaimana organisasi anda memelihara lingkungan kerja dan iklim mendukung karyawan yang berkontribusi pada rasa dimanusiakan, kepuasan dan motivasi seluruh karyawan.

Dalam respon anda sertakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:

a. Lingkungan Kerja

1) Bagaimana anda menjamin perbaikan kesehatan, keamanan dan ergonomis tempat kerja secara proktif? Bagaimana karyawan ikut ambil bagian dalamnya? Apa ukuran kinerja atau target untuk setiap factor utama tempat kerja tersebut? Apa saja perbedaan besar dalam factor tempat kerja dan ukuran kinerja atau target bila grup karyawan dan unit kerja yang satu berbeda dengan lingkungan kerja grup karyawan di unit kerja lainnya?

2) Bagaimana anda menjamin kesiapan tempat kerja untuk bencana dan keadaan darurat?

b. Dukungan dan Kepuasan Karyawan

1) Bagaimana Anda menentukan factor-faktor utama yang mempengaruhi rasa dimanusiakan, kepuasan dan motivasi karyawan? Bagaimana factor-faktor ini disegmenkan untuk berbagai ragam tenaga kerja untuk kategori dan tipe karyawan yang berbeda.

2) Bagaimana anda mendukung karyawan melalui pelayanan, benefit dan kebijakan-kebijakan? Bagaimana hal ini disesuaikan dengan kebutuhan tenaga kerja yang beragam dan kategori dan tipe karyawan yang berbeda.

3) Metode pengkajian dan ukuran formal dan informal apa yang anda gunakan menentukan rasa dimanusiakan, kepuasan dan motivasi karyawan? Bagaimana metode dan ukuran ini dibedakan atas tenaga kerja beragam, kategori dan tipe karyawan yang berbeda? Bagaimana anda indicator lain seperti retensi, absensi, keluhan, keamanan dan produktifitas karyawan untuk mengkaji dan memperbaiki rasa dimanusiakan, kepuasan dan motivasi karyawan?

4) Bagaimana anda menghubungkan temuan penilaian dengan hasil bisnis utama untuk mengindentifikasikan prioritas memperbaiki lingkungan kerja dan iklim mendukung karyawan?

Kriteria Baldrige: 6.1 – Proses Penciptaan Nilai (2005 Kriteria untuk Keunggulan Kinerja)

6.1 Proses Penciptaan Nilai (45 pts)

Jelaskan bagaimana organisasi anda mengidentifikasikan dan mengelola proses utama untuk penciptaan nilai pelanggan dan mencapai sukses dan pertumbuhan bisnis

Dalam respon anda sertakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:

a. Proses Penciptaan Nilai

1) Bagaimana organisasi anda menentuakn proses penciptaan nilai utamanya? Apa saja proses produk, jasa dan bisnis utama organisasi anda untuk menciptakan dan menambha nilai? Bagaimana proses-proses berkontribusi pada keuntungan dan suksesnya bisnis?

2) Bagaimana anda menentukan persyaratan proses penciptaan nilai utama, dengan menggabungkan masukan dari pelanggan, pemasok, dan partner yang sesuai? Apa saja persyaratan utama bagi proses-proses ini?

3) Bagaimana anda merancang proses-proses ini untuk memenuhi semua persyaratan utama? Bagaimana anda menggabungkan teknologi baru dan pengetahuan organisasi ke dalam rancangan proses-proses ini? Bagaimana anda menggabungkan waktu siklus produktifitas, pengendalian biaya dan factor proses ini? Bagaimana anda mengimplementasikan proses-proses ini untuk memastikan mereka memenuhi persyaratan rancangan?

4) Apa saja ukuran kinerja atau inidkator utama untuk mengontrol dan memperbaiki proses-proses penciptaan nilai-nilai? Bagaimana operasi sehari-hari anda pada proses ini untuk menjamin memenuhi persyaratan proses utama? Bagaimana pengukuran dalam proses digunakan untuk mengelola proses-proses ini? Bagaimana masukan pelanggan, pemasok dan partner digunakan untuk mengelola proses-proses ini seperlunya?

5) Bagaimana anda meminimumkan biaya keseluruhan terkait dengan inspeksi, tes dan audit proses atau kinerja? Bagaimana anda mencegah cacat dan kerja ulang dan meminimumkan biaya garansi seperlunya?

6) Bagaimana anda memperbaiki proses penciptaan nilai untuk mendapatkan kinerja lebih baik, mengurangi variabilitas, memperbaiki produk-produk dan jasa-jasa dan menjaga proses sesuai dengan kebutuhan dan arah bisnis? Bagaimana perbaikan dan pelajaran yang diambil dibagi dengan unit organisasi atau proses lainnya untuk mendorong pembelajaran organisasi dan inovasi?

Rencana Kerja (Action Plan)

Istilah ‘RencanaKerja’ menunjukkan tindakan spesifik merespon sasaran jangka pendek dan jangka panjang. Rencana kerja termasuk komitmen sumber daya dan batas waktu pencapaiannya. Penyusun rencana kerja merupakan tahapan yang kritis dalam perencanaan, dimana tujuan dan sasaran stratejik disusun spesifik sehingga pemahaman dan implementasi efektif secara organisasi menyeluruh dimungkinkan.

Implementasi rencana kerja termasuk penciptaan ukuran selaras untuk unit-unit kerja. Implementasi kemungkinan juga membutuhkan pelatihan khusus bagi beberapa karyawan.

Contoh sasaran stratejik untuk pemasok dalam industri yang sangat kompetitif adalah mengembangkan dan memelihara posisi pemimpin pada harga. Rencana kerja bisa mencakup merancang proses yang efisien dan menciptakan system akunting yang dapat menelusuri biaya aktivitas yang diselaraska nuntuk organisasi secara keseluruhan. Persyaratan implementasi termasuk pelatihan unit atau tim dalam menetapkan sasaran berdasarkan biaya dan manfaat. Analisis dan penilaian level organisasi menekankan pada pertumbuhan produktivitas, pengendalian biaya dan mutu.

Analisa (Analysis)

Istilah analisa berarti pemeriksaan fakta dan data untuk menjadi dasar keputusan efektif. Analisa selalu mengandung penentuan hubungan sebab-akibat. Analisis organisasi menyeluruh membimbing proses pengelolaan menuju pencapaian hasil bisnis utama dan terhadap pencapaian sasaran stratejik.

Meskipun penting, fakta dan data individu biasanya tidak cukup menjadi dasar untuk tindakan atau penetapan prioritas. Tindakan efektif tergantung pada pemahaman hubungan, yang didapat dari analisa fakta dan data.

Pembanding (Benchmark)

Istilah pembanding (benchmark) berarti proses dari hasil yang menggambarkan praktek dan kinerja terbaik untuk aktivitas yang sama, di dalam atau diluar industri organisasi. Organisasi melakukan benchmark sebagai sutau pendekatan untuk memahami dimensi kinerja kelas dunia dan untuk perbaikan saat ini.

Benchmark adalah salah satu bentuk data perbandingan. Bentuk data perbandingan lain termasuk data industri yang dikumpulkan oleh pihak ketiga (biasanya rata-rata industri), data kinerja pesaing dan perbandingan dengan organisasi yang sama pada area geografi yang sama.

Nilai Inti dan Konsep: Agilitas

Agilitas Agility

Diperlukan agilitas – kemampuan menerima perubahan yang cepat dengan sikap yang fleksibel – untuk meraih sukses di arena persaingan pasar global. Semua aspek e-commerce mensyaratkan dan memungkinkan terbentuknya sikap dan tindakan yang semakin cepat dan tanggap terhadap situasi yang tengah berlangsung namun tetap dengan fleksibilitas. Dunia bisnis dewasa ini menghadapi siklus produk dan jasa baru yang jauh lebih pendek sekaligus tuntutan untuk lebih responsif dalam pelayanan kepada konsumen. Perkembangan paling nyata dalam merespon situasi ini ditandai dengan adanya penyederhanaan unit kerja dan proses serta kemampuan untuk bergerak cepat dari satu proses ke proses yang lain. Dalam situasi yang menuntut segalanya berjalan cepat ini keberadaan tenaga kerja terlatih dengan beragam ketrampilan merupakan asset perusahaan yang sangat penting.

Utama utama keberhasilan menghadapi tantangan pasar global adalah inovasi siklus waktu desain hingga pengenalan produk dan jasa baru. Perusahaan dituntut pula untuk melakukan langkah-langkah terintegrasi dalam proses produksi setahap demi setahap dari konsep atau riset hingga tingkat komersialisasi.

Semua aspek kinerja yang berhubungan dengan waktu dewasa ini menjadi semakin penting dan siklus/masa edar suatu produk serta jasa menjadi tolok ukur suatu proses. Keuntungan lain yang bisa dipetik dari adanya proses kegiatan yang berfokus pada waktu adalah perbaikan siklus waktu mendorong pesatnya kemajuan dalam perusahaan, kualitas, biaya dan produktivitas.

Keunggulan Kinerja (Performance Excellence)

Istilah ini merujuk pada approach terintegrasi pada pengelolaan kinerja organisasi yang menghasilkan (1) penyampaian nilai yang meningkat terus bagi pelanggan yang akan berkontribusi bagi sukses pasar (2) perbaikan efektivitas dan kapabilitas organisasi secara menyeluruh dan (3) pembelajaran organisasi dan individu. Kriteria Baldrige menyediakan kerangka kerja dan alat pengkajian untuk memahami kekuatan dan kesempatan organisasi untuk perbaikan dan akhirnya menjadi pemandu usaha perencanaan.

Kinerja (Performance)

Istilah ini merujuk pada hasil keluaran dan hasil yang diperoleh dari proses, produk dan layanan yang memungkinkan evaluasi dan perbandingan relatif terhadap goal, struktur, hasil masa lalu dan organisasi lain. Kinerja dapat dinyatakan dalam bentuk istilah uang dan non uang.

Pada Kriteria Baldrige dikenal empat tipe kinerja: (1) fokus pada pelanggan (2) barang dan jasa (3) keuangan dan pasar, dan (4) operasional.

‘Kinerja berfokus pada pelanggan’ adalah kinerja relatif ukuran dan indicator persepsi, reaksi dan perilaku pelanggan. Contoh termasuk retensi, keluhan dan hasil survey pelanggan.

Kinerja barang dan jasa’ menyatakan kinerja relatif ukuran dan indicator karakteristik barang dan jasa yang penting bagi pelanggan. Contoh termasuk reliabilitas produk, penyampaian tepat waktu, level cacat yang dialami pelanggan ada waktu pelayanan respon.

Kinerja keuangan dan Pasar’ adalah kinerja relatif ukuran biaya, penerimaan dan posisi pasar termasuk utilisasi asset, pertumbuhan asset dan pangsa pasar. Contoh termasuk pengembalian investasi, nilai tambah per karyawan, ratio debt to equity, pengembalian asset, marjin operasi, waktu siklus tunai ke tunai, ukuran keuntungan dan likuiditas dan perolehan pasar.

Kinerja operasional’ merujuk pada kinerja sumber daya manusia, organisasi dan etika relatif pada ukuran dan indicator efektiviotas, efisiensi dan akuntabilitas, contoh termasuk waktu siklus, produktivitas, pengurangan xxxx, keluar masuk karyawan rate xxxx saling-silang karyawan, kepatuhan peraturan, akuntabilitas fiscal dan keterlibatan dalam komunitas. Kinerja operasioanl dapat diukur pada level unit kerja, proses utama dan level organisasi.

Tata Kelola (Governance)

Istilah tata kelola merujuk pada system pengelolaan dan control yang digunakan mengelola organisasi Anda. Termasuk didalamnya tanggung jawab pemilik/pemegang saham organisasi, komisaris dan para direksi.

Hak dan kewajiban setiap perintah dalam menguraikan menyatakan bagaimana organisasi Anda akan diarahkan dan dikendalikan untuk memastikan

(1) tanggung jawab pemilik/pemegang sham dan pihak-pihak terkait lainnya

(2) transparansi operasi

(3) perlakuan adil bagi semua pihak yang berkepentingan

Proses tata kelola termasuk juga persetujuan arah stratejik, monitoring dan evaluasi kinerja direktur utama, perencanaan suksesi, audit keuangan, system kompensasi eksekutif, benefit, pengelolaan resiko, disclosure, dan pelayanan para pemegang saham. Memastikan tata kelola efektif adalah penting bagu semua pihak terkait dan kepercayaan masyarakat yang lebih luas dan untuk efektivitas organisasi.

Kerja Berkinerja Tinggi (High Performance Work)

Istilah ini merujuk pada proses kerja yang digunakan secara sistematis untuk mencapai level kinerja organisasi dan individu keseluruhan yang lebih tinggi, termasuk kinerja kualitas, produktivitas, tingkat inovasi dan kinerja waktu siklus kerja berkinerja tinggi menghasilkan perbaikan pelayanan bagi pelanggan dan pihak-pihak terkait lainnya.

Pendekatan pada kerja berkinerja tinggi xxxx dulu bentuk, fungsi dan system insentif. Kerja berkinerja tinggi termasuk didalamnya kooperasi antara pengelolaan dan tenaga kerja, dimana ada unit yang tugasnya melakukan ‘bargaining’ , kerjasama antara unit kerja selalu melibatkan tenaga kerja, pembangunan keterampilan dan pembelajaran individu dan organisasi, belajar dari organisasi lain, fleksibilitas rancangan pekerjaan dan penugasan, struktur organisasi yang lebih ramping dengan disentralisasi pengambilan keputusan dan keputusan dibuat paling dekat dengan pekerjaan didepan, penggunaan efektif ukuran kinerja, termasuk perbandingan-perbandingan. Banyak system kerja berkinerja tinggi menggunakan insentif uang maupun non uang berdasarkan factor-faktor seperti kinerja organisasi, kontribusi tim dan/atau individu dan keterampilan yang terbentuk. Juga proses kerja berkinerja tinggi harus diselaraskan dengan struktur organisasi, tugas, pelajaran pengembangan karyawan dan insentif.

Pengambilan Keputusan Partisipatif dan Kinerja Karyawan

Ditulis oleh getuk di/pada 6 Januari, 2007

Ada dua jenis kepercayaan seseorang yang mungkin disekitar panutannya dalam mengambil bagian pada keputusan pekerjaan yaitu panutan partisipatif diri (self efficacy) dan panutan partisipatif kolektif. Menggambarkan definisi sebelumnya mengenai Panutan-Diri/ Self Efficacy (Bandura, 1997) dan panutan kolektif ( Gist, 1987; Earley, 1994; Mitchel & Northcraft, 1997; Riggs, Warka, Babasa, Betancourt,& Hooker, 1994),

Panutan partisipatif diri (self efficacy) sebagai tingkat dimana perorangan percaya bahwa dia mempunyai ketrampilan dan kemampuan sehingga dengan sukses ikut ambil bagian dalam proses pengambilan keputusan.

Panutan partisipatif ( kolektif) adalah tingkat dimana anggota kelompok percaya bahwa kelompok mereka mempunyai ketrampilan dan kemampuan sehingga dengan sukses ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan.

Secara teoritis, efek pengambilan keputusan partisipatif pada kinerja boleh berasal dari bagaimana penggunaannya secara instrumental untuk menciptakan situasi yang menjadi lebih baik pada efektivitas mereka (Mitchell, 1973).

Orang yang tinggi panutan-diri sendirinya akan menggunakan peluang pengambilan keputusan partisipatif untuk mencapai apa yang mereka inginkan, sedangkan mereka yang rendah pada panutan-sendiri boleh cenderung untuk menjadi direpotkan manakala diperkenalkan dengan kesempatan semacam itu.

Dengan cara yang sama, orang yang mempunyai tingkat tinggi dalam panutan kolektif sangat mungkin untuk ambil bagian secara aktip manakala mereka mempunyai kesempatan, sebab mereka sangat yakin, bersama-sama dengan panutan mereka, mereka dapat secara efektif meningkatkan kinerja kelompok.

Pada sisi lain, orang yang mempunyai tingkatan rendah pada panutan kolektif boleh jadi cenderung untuk memandang kesempatan semacam itu sebagai ancaman sebab mereka memandang kelompok mereka sebagai hal yang tidak mampu dalam membuat keputusan secara efektif.

Suatu kesempatan dari kelompok mereka untuk ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan mungkin dilihat seperti kelainan fungsi dipermukaan tubuh kelompok menuju manfaat yang tidak jelas.

Begitu, derajat tingkat dimana karyawan percaya bahwa mereka atau unit pekerjaan mereka bisa mengambil bagian secara efektif ( mempunyai panutan partisipatif ) maka adalah kritis dalam menentukan bagaimana pengambilan keputusan yang partisipatif dapat mempengaruhi kinerja.

Sedangkan kolektivisme dan individualisme menghadirkan atribut yang umum dari suatu kultur yang diberi istilah ” idiosentrisme” dan ” allosentrisme” dan telah digunakan untuk mengukur orientasi level-individu yang mencerminkan nilai-nilai budaya ini (Triandis, 1989). Triandis mengusulkan untuk menggunakan idiosentrisme dan allosentrisme dalam menangkap variasi budaya-setempat dengan atribut kepribadian.

Idiocentrics memandang diri adalahsebagai hal yang terpisah dari orang lain, mempunyai kaitan dengan prestasi, dan memberi prioritas ke tujuan pribadi diatas tujuan kelompok. Dan sebaliknya, orang membuat angka yang tinggi pada allosentrisme.

Allosentrisme memandang diri tidak dapat dipisahkan dari yang lainnya dalam suatu kelompok-setempat.Mereka sangat mengindahkan keselarasan hubungan antar pribadi yang, manakala mereka membedakan antara tujuan kolektif dan tujuan pribadi, mereka mendisposisikan tujuan pribadi mereka pada tujuan kelompok.

Judul : Tantangan Pengelolaan Kinerja Karyawan Isi : Terlampir Tantangan Pengelolaan Kinerja Karyawan Oleh: Darmin A. Pella Tanyalah pada seorang manajer, “apa saja aktifitas yang harus Anda lakukan setiap tahun dan cukup membuat Anda gerah melakukannya?” Anda akan menemukan daftarnya. Dan jangan kaget, bila Anda menemukan salah satu item dalam daftar tersebut adalah melakukan penilaian prestasi karyawan (performance appraisal). Appraising performance adalah salah satu aktifitas tahunan bagi seorang manajer yang mungkin” “seperti makan buah simalakama”. Tidak dilakukan, itu adalah kewajiban, termasuk dalan calendar of event perusahaan. Dilakukan, manajer merasa masih saja ada yang kurang pada sistem penilaian yang ada. Kurang jelas sistemnya, kurang jelas tatacara penilaiannya, kurang jelas panduan nilainya, kurang jelas reward (dan punishmentnya), dan sejenisnya. Manajer berada pada posisi serba salah. Pertanyaannya kemudian, bagaimana membuat sistim kontrol manajemen – atau dalam dunia manajemen SDM lebih jamak disebut sebagai fungsi performance management- mampu menunaikan tugasnya memenuhi kebutuhan semua pihak? Berkaca pengalaman membantu perusahaan mendesain sistem performance managementnya, ada tiga tantangan yang harus dipenuhi agar performance management system dapat memenuhi kebutuhan bisnis perusahaan. Pertama, “linked to company superstructure”. Performance management system yang dikelola divisi SDM harus dikaitkan dengan misi, visi, strategi dan nilai-nilai perusahaan. Apapun indikator keberhasilan pekerjaan (Key Performance Indicator – KPI) yang digunakan, seharusnya ia mewakili kepentingan para investor bisnis tersebut atau superstruktur perusahaan. Bila tidak, maka apa yang dilakukan karyawan, dan bagaimana ia dievaluasi nanti tidak sejalan dengan apa yang diinginkan para pemegang saham (shareholder). Saya mungkin keliru, tetapi saya berpendapat mungkin inilah kelemahan yang paling sering terjadi pada sistem manajemen kinerja pada kebanyakan perusahaan di negeri ini. Tantangan kedua membangun sistem manajemen kinerja yang mampu bertahan untuk jangka panjang ialah semaksimal mungkin “involve the jobholder(s)”. Kita sebaiknya tidak menetapkan indikator apapun yang akan digunakan mengevaluasi suatu posisi dalam perusahaan tanpa melibatkan pemegang jabatan pada posisi tersebut. Tanpa melibatkan pemegang jabatan, kita akan mendapatkan sistem penilaian karyawan yang tidak bernyawa akibat rendahnya komitmen karyawan dalam pelaksanaannya. Tantangan ketiga yang tak kalah penting, dan menjadi pilar dua syarat terdahulu adalah adanya “management sponsorship”. Saya melihat ada perbedaan kualitas sistem manajemen kinerja antara perusahaan yang komitmen desain sistem performance managementnya datang dari manajemen puncak dan tidak. Saya melihat adanya perbedaan kecepatan absorpsi sistem manajemen kinerja pada operasional sehari-hari antara divisi yang atasannya berkomitmen tinggi dan rendah. Menyelesaikan ketiga tantangan di atas adalah hal yang mutlak. Hanya dengan cara itu maka sistem performance management yang ada dapat mengatasi “principal-agent problem” antara investor bisnis dan para pengelolanya (baca: karyawan dan pimpinan unit kerja) akibat perbedaan interest antara keduanya (assymetric information). Mengelola sistem manajemen kinerja karyawan dengan baik ibarat memperkuat jantung yang terus memompa denyut continuous improvement agar senantiasa berjalan sepanjang hari di perusahaan. Bila sistem manajemen kinerja di perusahaan tidak dikaitkan dengan isu strategik, pengembangan bisnis, misi dan visi perusahaan, maka sistem manajemen kinerja akan kehilangan pijakan ke isu-isu nyata di bisnis kita. Tetapi bila dalam mendesain sistem manajemen kinerja tidak melibatkan karyawan secara langsung, sistem manajemen kinerja hanya akan menimbulkan rendahnya komitmen karyawan. Pentingnya kedua hal di atas membawa kita pada pemahaman betapa penting membuat sistem manajemen kinerja (performance management system) yang sekaligus menggunakan pendekatan strategik (strategic-approach) dan pendekatan berdasarkan karakteristik pekerjaan dan tanggung jawab pemegang jabatan (job/role-approach).

02.22.08

BELAJAR DARI GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL UNTUK MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN: Respon untuk Vensy

Posted in Uncategorized at 7:36 am by cokroaminoto

Banyak pendekatan dalam gaya kepemimpinan guna meningkatkan kinerja karyawan. Dewasa ini, banyak konsep tentang gaya kepemimpinan yang dapat meningkatkan kinerja karyawan. Dimulai dari konsep yang paling klasik sampai teori modern, yaitu teori situasional yang disampaikan Hersey and Blancard.

Gaya Kepemimpinan Situaasional Belajar dari konsep Hersey and Blancard, perilaku dan gaya kepemimpinan bersifat situasional. Pemimpin atau manajer harus menyesuaikan responnya menurut kondisi atau tingkat perkembangan kematangan, kemampuan dan minat karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam hal ini, respon seorang manajer dalam perilaku kepemimpinannya memberikan sejumlah pengarahan dan dukungan yang bersifat sosioemosional. Sementara itu, manajer harus menyesuaikan tingkat kematangan karyawan. Tingkat kematangan karyawan (maturity), diartikan sebagai tingkat kemampuan karyawan untuk bertanggung jawab dan mengarahkan perilakunya dalam bentuk kemauan. Berdasarkan tingkat kematanganya, menurut Hersey and Blancard ada empat jenis karyawan, yaitu: (1) karyawaan yang tidak mampu dan tidak mau, (2) karyawaan yang tidak mampu, tetapi mau, (3) karyawaan yang mampu, tetapi tidak mau, (4) karyawaan yang mampu dan mau.

Mengarahkan (telling) Ada empat respon kepemimpinan dalam mengelola kinerja berdasarkan tingkat kematangan karyawan, yaitu mengarahkan, menjual, menggalang partisipasi dan mendelegasikan.Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam kemampuan, minat dan komitmenya. Sementara itu, organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam situasi seperti ini Hersey and Blancard menyarankan agar manajer memainkan peran directive yang tinggi, memberi saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu, tanpa mengurangi intensitas hubungan sosial dan komunikasi antara pimpinan dan bawahan.

Menjual (selling) Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas, takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga harus memproporsikan struktur tugas dengan tanggungjawab karyawan. Selain itu, manajer harus menemukan hal-hal yang menyebabkan karyawan tidak termotivasi, serta masalah-masalah yang dihadapi karyawan. Pada kondisi karyawan sudah mulai mampu mengerjakan tugas-tugas dengan lebih baik, akan memicu perasaan timbulnya over confident. Kondisi ini, memungkinkan karyawan menghadapi permasalahan baru yang muncul. Masalah-masalah baru yang muncul tersebut, seringkali menjadikannya putus asa. Oleh karena itu, setelah memberikan pengarahan, manajer harus memerankan gaya menjual. Dengan mengajukan beberapa alternatif pemecahan masalah.

Menggalang partisipasi (participation) Gaya kepemimpinan partisipasi, adalah respon manajer yang harus diperankan ketika tingkat kemampuan karyawan akan tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab, karena ketidakmauan atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab seringkali disebabkan karena kurang keyakinan. Dalam kasus seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan mendukung usaha-usaha yang dilakukan para bawahan/pengikutnya.

Mendelegasikan (delegating) Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan kemauan yang tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “delegasi”Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah.

05.23.07

MEBANGUN KINERJA MELALUI MOTIVASI KERJA KARYAWAN

Posted in Gagasan at 1:23 am by cokroaminoto

Ada apa dengan kinerja karyawan

Kalau kita sepakat bahwa fungsi ideal dari pelaksanaan tugas karyawan dalam unit kerja adalah fungsi pelayanan, maka orientasi manajemen harus berfokus pada pelanggan. Maka konteks seharusnya adalah bahwa arah pelaksanaan tugas karyawan adalah memberikan pelayanan pada pelanggan, baik internal maupun exsternal.

Hal-hal di atas tidak mudah. Karena barisan terdepan dalam pemberian pelayanan adalah karyawan dengan berbagai persoalannya. Bukan tidak mungkin pelanggan memperoleh citra yang buruk tentang lembaga/organisasi, gara-gara pekerjaan pelayanan oleh karyawan yang jelek. Dari sinilah mungkin enter-point-nya. Harus fokus pada peningkatan kinerja karyawan. Karena tidak mungkin terjadi “fokus pada pelanggan” tanpa didahului oleh “fokus pada karyawan.” Berbicara kinerja individual karyawan, ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi. Menurut Gibson, kinerja individual karyawan dipengaruhi oleh faktor motivasi, kemampuan dan lingkungan kerja.

Awalnya, adalah Motivasi Kerja

Faktor motivasi memiliki hubungan langsung dengan kinerja individual karyawan. Sedangkan faktor kemamampuan individual dan lingkungan kerja memiliki hubungan yang tidak langsung dengan kinerja. Kedua faktor tersebut keberadaannya akan mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Karena kedudukan dan hubunganya itu, maka sangatlah strategis jika pengembangan kinerja individual karyawan dimulai dari peningkatan motivasi kerja. Diyah Dumasari Siregar ST, MM, dalam tulisannya menyatakan, bahwa karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Di sisi lain, bagaimana mungkin roda perusahaan berjalan baik, kalau karyawannya bekerja tidak produktif, artinya karyawan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan memiliki moril yang rendah.

Adalah menjadi tugas manajemen agar karyawan memiliki semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Berdasarkan pengalaman dan dari beberapa buku, biasanya karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Untuk itu merupakan keharusan bagi perusahaan untuk mengenali faktor-faktor apa saja yang membuat karyawan puas bekerja di perusahaan. Pemahaman tentang jenis atau tingkat kebutuhan perorangan karyawan oleh perusahaan menjadi hal mendasar untuk meningkatkan motivasi. Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan, produktivitas pun akan meningkat.

Apa sebenarnya yg dibutuhkan karyawan? Menurut Maslow, jenjang kebutuhan manusia sebagai karyawan dari yang terrendah hingga yang tertinggi adalah : Physiological Needs (Kebutuhan fisiologis/dasar/pokok) Safety Needs (kebutuhan akan rasa aman). Social/Affiliation Needs (kebutuhan untuk bersosialisasi) Esteem Needs (kebutuhan harga diri). Self-actualization Needs (kebutuhan aktualisasi diri).

Apa yang bisa kita ambil manfaatnya?

Menurut Diyah lagi, dari tingkat kebutuhan manusia menurut Maslow tersebut, kompensasi dalam bentuk sentuhan emosional merupakan level yang lebih tinggi, dibandingkan kebutuhan fisik/dasar. Level tertinggi yaitu Self-actualization Needs (kebutuhan aktualisasi diri) membuktikan bahwa karyawan lebih senang apabila diberi kesempatan untuk mengembangkan diri dan diakui oleh perusahaan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, bahwa karyawan ingin mendapat kesempatan berkembang dan menunjukkan kemampuannya.

09.28.07

MENYUSUN STANDAR KINERJA KARYAWAN: Respon untuk Sausan

Posted in Gagasan at 1:04 am by cokroaminoto

Untuk menetapkan tingkat kinerja karyawan, dibutuhkan penilaian kinerja. Penilaian kinerja yang adil membutuhkan standar. Patokan yang dapat digunakan sebagai perbandingan terhadap kinerja antar karyawan. Menurut Simamora (2004), semakin jelas standar kinerjanya, makin akurat tingkat penilaian kinerjanya. Masalahnya, baik para penyelia maupun karyawan tidak seluruhnya mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan. Karena bisajadi, standar kinerja tersebut belum pernah disusun.Oleh karena itu, langkah pertama adalah meninjau standar kinerja yang ada dan menyusun standar yang baru jika diperlukan. Banyak hal yang dapat diukur untuk menentukan kinerja. Banyak literatur, menyebutkan bahwa kinerja merupakan keterkaitan unsur motivasi, kemampuan individu, serta faktor organisasi, yang menghasilkan perilaku.

Perilaku (behavior) merupakan proses cara seseorang mengerjakan sesuatu. Perilaku merupakan sebuah unsur yang menjadi pusat perbedaan manusia antar individu. Dalam pekerjaan, dapat dibayangkan jika tanpa perilaku, pasti tidak akan ada produksi yang dihasilkan. Perilaku merupakan kata kunci, sebab dalam pekerjaan sangat banyak perilaku yang muncul yang menyebabkan sebuah hasil tertentu. Perilaku dapat diobservasi yang memungkinkan kita dapat membetulkan, menjumlah dan menilai dan selanjutnya kita dapat mengelolanya. Apa yang akan terjadi, jika seorang manajer menaruh perhatiannya hanya pada pengelolaan hasil saja? Tidak akan selalu efektif, karena perilaku merupakan bagian dari keseluruhan proses dan hasil itu adalah keluaran dari perilaku. Perilaku yang tepat akan membuahkan hasil yang merefleksikan gabungan upaya banyak individu. Perilaku mencerminkan usaha seseorang untuk melakukan sesuatu. Sementara itu, karakteristik individu menunjukkan penyebab perilaku.

Standar kinerja Minimal sebuah standar kinerja, harus berisi dua jenis informasi dasar tentang apa yang harus dilakukan dan seberapa baik harus melakukannya. Standar kinerja merupakan identifikasi tugas pekerjaan, kewajiban, dan elemen kritis yang menggambarkan apa yang harus dilakukan. Standar kinerja terfokus pada seberapa baik tugas akan dilaksanakan. Agar berdaya guna, setiap standar/kriteria harus dinyatakan secara cukup jelas sehingga manajer dan bawahan atau kelompok kerja mengetahui apa yang diharapkan dan apakah telah tercapai atau tidak. Standar haruslah dinyatakan secara tertulis dalam upaya menggambarkan kinerja yang sungguh-sungguh memuaskan untuk tugas yang kritis maupun yang tidak kritis. Hal ini dikarenakan bahwa tugas pekerjaan dan standar kinerja saling berkaitan, adalah praktik yang lazim mengembangkannya pada waktu yang bersamaan. Apapun metode analisis pekerjaan yang digunakan haruslah memperhitungkan aspek kuantitatif kinerja. Lebih lanjut, setiap standar harus menunjuk pada aspek spesifik pekerjaan. Tampaknya lebih mudah mengukur kinerja terhadap standar yang dapat digambarkan dalam istilah kuantitatif. Sungguhpun demikian, pekerjaan manajerial memiliki sebuah komponen tambahan. Yaitu, disamping hasil yang merefleksiksn kinerja manajer itu sendiri, hasil yang lainya mencerminkan kinerja unit organisasional yang menjadi tanggung jawab manajer bersangkutan. Dari beberapa literatur yang saya baca, kemudian saya gabung-gabungkan dengan pengalaman melakukan penyusunan standar kinerja di sebuah unit/instalasi di Rumah Sakit, saya berikan contoh lembar penilaian kinerja. Semoga dapat menjadi inspirasi.

UNSUR PENILAIAN KINERJA HASIL PENILAIAN Rendah Sedang Tinggi

KARAKTERISTIK INDIVIDU Keahlian Pengetahuan kerja Kepemilikan sertifikat/ijin keahlian Kemampuan Kekuatan fisik Koordinasi anggota badan dlm bekerja Kemandirian Kebutuhan Hasrat untuk berhasil Kebutuhan sosial Sikap Kejujuran Loyalitas Kreativitas Kepemimpinan

PERILAKU Pelaksanaan tugas pokok (berdasarkan identifikasi dan elemen kritis pekerjaan) Menjelaskan produk kepada calon pembeli Menjual produk Melakukan pengepakan dan pengiriman Menanggapi komplain dan keluhan Mematuhi perintah Melaporkan masalah Merawat perlengkapan Membuat catatan pekerjaan Mengikuti peraturan Hadir secara teratur Memberi saran

HASIL Jenis/kuantitas Produk Nilai jual Produk Tingkat Produksi Pelanggan yang dilayani Kualitas Produksi Efektivitas penggunaan bahan Efektivitas penggunaan alat Tingkat keselamatan kerja Kepatuhan terhadap prosedur Kepuasan pelanggan

1.16.08

Manajer Sukses vs Manajer Efektif

Posted in Referensi at 3:07 am by cokroaminoto

15 Aug 2002 00:00

Oleh: Ir. Bambang Adi Subagio, M.M.

Mana yang lebih penting, menjadi manajer sukses atau menjadi manajer efektif? Jika dihadapkan pada pertanyaan ini mungkin Anda sedikit bingung. Apakah manajer efektif tidak otomatis menjadi manajer sukses? Bukankah seseorang manajer disebut sukses karena dia efektif? Nah sebelum ngelantur lebih jauh sebaiknya kita menyamakan bahasa terlebih dulu. Manajer sukses adalah manajer yang mempunyai indeks sukses di atas rata-rata manajer lainnya, di mana indeks sukses merupakan rasio antara tingkat manajerial yang berhasil dicapai dan masa kerja. Manajer efektif, di lain pihak, adalah manajer yang berhasil mencapai prestasi kerja tinggi dibanding dengan standar yang telah ditentukan, serta mampu melakukan pekerjaan melalui orang lain dengan tingkat kepuasan dan komitmen yang tinggi. Dalam kenyataan memang tidak tertutup kemungkinan bahwa seorang manajer sukses sekaligus juga menjadi manajer efektif. Namun karakteristik kedua jenis manajer ini tetap dapat dibedakan.

Tahukah Anda tugas atau pekerjaan manajer pada umumnya? Jawaban yang paling populer mungkin adalah POAC (Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling). Maka tidak heran apabila Anda juga menjawab demikian. Hal ini dapat dimengerti karena dalam kurun waktu yang cukup lama – sejak Henri Fayol mengemukakan pemikirannya yang sangat terkenal ‘The five Fayolian functions of management’ (Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, dan Controlling) – para manajer sejagad meyakini (atau diyakinkan) bahwa tugas atau pekerjaan manajer hanya melakukan kelima fungsi manajemen tersebut. Namun berdasarkan penelitian beberapa pakar manajemen, di antaranya Henry Mintzberg, John Kotter dan Fred Luthans diperoleh gambaran yang lebih komprehensif bahwa tugas manajer sebenarnya tidak hanya melakukan kelima fungsi manajemen seperti yang dikemukakan oleh Fayol tersebut.

Mintzberg mengatakan bahwa pekerjaan manajer terdiri dari banyak pekerjaan pendek (brief) yang tidak selalu berkesinambungan (disconnected) dan mereka sering terlibat dalam hubungan dengan banyak orang, baik di dalam maupun di luar organisasi. Lebih jauh dikatakan pula bahwa manajer mempunyai banyak peran dan mereka melakukan pekerjaan sesuai dengan peran yang dimainkannya. Dalam hal hubungan interpersonal, manajer berperan sebagai figur kepala, pemimpin dan penghubung. Dalam hal informasional mereka berperan sebagai pengawas, penyebar informasi dan juru bicara. Kemudian sebagai pengambil keputusan mereka berperan sebagai wirausaha, pemecah masalah, pengalokasi sumber daya, dan negosiator.

John Kotter dari Harvard Business School menambahkan bahwa pekerjaan manajer tidak hanya melulu melakukan ‘Fayolian functions’. Lebih dari itu para manajer menggunakan sebagian besar waktu mereka untuk berinteraksi dengan orang lain, melalui pertemuan-pertemuan guna mendapatkan dan/atau memberi informasi, yang oleh Kotter disebut sebagai ‘membangun jejaring (networking)’. Melalui cara ini manajer dapat membuat ‘agenda’ sebagai hasil kompromi, serta sedikit melonggarkan kekakuan di antara mereka yang kadang-kadang terjadi karena masing-masing mempunyai sasaran berbeda.

Manajer Sukses vs Efektif : Empat Aktivitas Manajerial

Yang terakhir adalah penelitian oleh Fred Luthans dari University of Nebraska, Lincoln. Luthans mengelompokkan pekerjaan manajer dalam empat aktivitas manajerial sebagai berikut:

Komunikasi, yaitu aktivitas yang meliputi pertukaran informasi secara rutin dan pemrosesan pekerjaan tulis-menulis. Manajemen tradisional, yaitu aktivitas yang terdiri dari perencanaan, pengambilan keputusan dan pengendalian. Manajemen sumber daya manusia, yaitu aktivitas yang berkaitan dengan aspek perilaku, misalnya motivasi/pemberian dukungan, pendisiplinan/penghukuman, manajemen konflik, staffing, dan pelatihan/pengembangan. Jejaring (networking), yaitu aktivitas yang meliputi sosialisasi/berpolitik, berinteraksi de-ngan pihak luar, serta hal-hal ‘chit chat’ lainnya yang tidak berkaitan dengan pekerjaan. Luthans dapat dikatakan menampilkan uraian tentang pekerjaan manajer yang paling lengkap dibanding Fayol, Mintzberg dan Kotter. Diskripsinya mencakup pendapat klasik dari Fayol (aktivitas manajemen tradisional), aktivitas komunikasi dari Mintzberg dan aktivitas jejaring dari Kotter. Tambahan dari Luthans yang cukup penting dan melengkapi adalah aktivitas manajer pada manajemen sumber daya manusia.

Untuk mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan oleh para manajer sukses dan manajer efektif, Luthans melakukan penelitian terhadap 248 manajer. Hasilnya menunjukkan bahwa hampir sepertiga waktu dan tenaga mereka digunakan pada aktivitas komunikasi, sekitar sepertiga pada aktivitas manajemen tradisional, seperlima pada manajemen sumber daya manusia dan kurang-lebih seperlima pada aktivitas jejaring.

Selain melakukan penelitian secara umum tentang aktivitas manajer, Luthans juga melakukan penelitian secara khusus untuk mengamati apa yang dilakukan oleh kelompok manajer sukses dan juga apa yang dilakukan oleh kelompok manajer efektif. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua kelompok tersebut mempunyai pola aktivitas manajerial yang berbeda.

Pada kelompok manajer sukses, terlihat nyata bahwa mereka mengalokasikan waktu dan tenaga paling banyak pada aktivitas jejaring (48%). Selanjutnya aktivitas komunikasi berada di urutan kedua (28%), manajemen tradisional di urutan ketiga (13%) dan sumber daya manusia adalah aktivitas yang alokasi waktunya paling sedikit (11%). Hal ini menunjukkan bahwa – dengan menggunakan kecepatan promosi sebagai ukuran sukses – manajer sukses lebih banyak menggunakan sebagian besar waktu dan tenaga mereka untuk bersosialisasi, berpolitik, dan berinteraksi dengan pihak luar dibandingkan dengan rekannya yang kurang sukses. Lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa manajer sukses tidak banyak menggunakan waktu dan tenaganya pada aktivitas manajemen tradisional atau pada manajemen sumber daya manusia.

Pada kelompok manajer efektif, aktivitas yang mendapat perhatian paling besar adalah komunikasi (44%), kemudian manajemen sumber daya manusia (26%), selanjutnya manajemen tradisional (19%), dan yang terakhir jejaring (11%). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh gambaran bahwa kontribusi relatif terbesar bagi manajer efektif berasal dari aktivitas yang berorientasi pada aspek manusia, yaitu komunikasi dan manajemen sumber daya manusia. Dengan sendirinya berarti pula bahwa bagi manajer efektif, aktivitas yang berkaitan dengan pembinaan jejaring kurang diprioritaskan, sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh manajer sukses.

Uraian di atas barangkali dapat Anda gunakanan sebagai acuan, atau setidak-tidaknya inspirasi, untuk mengembangkan karir Anda di masa depan – mau menjadi manajer sukses atau manajer efektif. Kalau mau menjadi manajer sukses, perluaslah jejaring dan keterampilan berkomunikasi, sedangkan bila ingin menjadi manajer yang efektif, asahlah kemampuan komunikasi dan penguasaan akan manajemen sumber daya manusia.

Melalui tulisan ini mudah-mudahan Anda mendapat inspirasi dan dapat menarik manfaat untuk memilih apakah Anda akan menjadi manajer sukses atau efektif, atau bahkan keduanya – sukses sekaligus efektif.

12.13.07

TEORI EKSPEKTANSI: Sebuah pendekatan konsep pemberian imbalan untuk meningkatkan motivasi pegawai

Posted in Gagasan at 10:31 am by cokroaminoto

Teori pengharapan (expectancy theory) pada dasarnya merupakan fungsi dari tiga karakteristik: (1) persepsi pegawai bahwa upayanya mengarah pada suatu kinerja (2) persepsi pegawai bahwa kinerjanya dihargai (misalnya dengan gaji atau pujian) (3) nilai yang diberikan pegawai terhadap imbalan yang diberikan. Menurut Vroom’s expectancy theory, perilaku yang diharapkan dalam pekerjaan akan meningkat jika seseorang merasakan adanya hubungan yang positif antara usaha-usaha yang dilakukannya dengan kinerja (Simamora, 1999). Perilaku-perilaku tersebut selanjutnya meningkat jika ada hubungan positif antara kinerja yang baik dengan imbalan yang mereka terima, terutama imbalan yang bernilai bagi dirinya (Nelson, 1996).

Para pegawai mendambakan bahwa kinerja mereka akan berkorelasi dengan imbalan-imbalan yang diperoleh dari organisasi. Para pegawai menentukan pengharapan mengenai imbalan dan kompensasi yang diterima jika tingkat kinerja tertentu dicapai. Pengharapan ini menentukan tujuan dan tingkat kinerja di masa yang akan datang. Pada tahap berikutnya seorang pegawai melakukan pekerjaan pada tingkat kinerja tertentu yang dievaluasi oleh organisasi; dan organisasi memberikan imbalan terhadap kinerjanya. Selanjutnya pegawai mempertimbangkan hubungan antara kinerja yang telah mereka berikan pada organisasi, imbalan yang mereka terima yang dikaitkan dengan kinerja serta kewajaran hubungan tersebut. Pada akhirnya pegawai menentukan tujuan dan pengharapan baru berdasarkan pengalaman sebelumnya dalam organisasi.

Jika pegawai melihat bahwa kerja keras dan kinerja yang tinggi diakui dan diberikan imbalan oleh organisasi, mereka akan mengharapkan hubungan seperti itu berlanjut terus di masa yang akan datang. Untuk mempertahankan pertalian antara kinerja dengan motivasi pegawai ini perlu adanya: penilaian kinerja pegawai yang akurat, imbalan yang langsung berhubungan dengan tingkat kinerja dan umpan balik dari para penyelia.

Dari teori di atas, diketahui bahwa: (1) pegawai akan termotivasi untuk berperilaku sehingga mereka mendapatkan imbalan yang berimbang terhadap kinerja mereka (2) pegawai termotivasi untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya (3) pegawai termotivasi untuk berperilaku dalam cara-cara yang mendapat pengukuhan dari pimpinan mereka atau pegawai lainnya (4) pegawai akan termotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan yang mereka tentukan secara pribadi dan menerimanya meskipun khusus dan sulit.

Sementara itu, untuk meningkatkan kinerja pegawai, secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhinya, yaitu: variabel individu, variabel psikologis dan variabel organisasi. Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung.

Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987) banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Kelompok variabel organisasi terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan disain pekerjaan.

Menurut Kopelman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu. Menurut Mitchell dalam Timpe (1999), motivasi bersifat individu, dalam arti bahwa setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat.

Mengingat sifatnya ini, untuk peningkatan kinerja individu dalam organisasi, menuntut para manajer untuk mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan motivasi melalui suasana organisasi yang mendorong para pegawai untuk lebih propduktif. Suasana ini tercipta melalui pengelolaan faktor-faktor organisasi dalam bentuk sistem imbalan, standar, peraturan dan kebijakan, serta pemeliharaan komunikasi dan gaya kepemimpinan yang mendorong rasa saling percaya.

11.18.07

Mekanisme dan prosedur pemberian imbalan untuk meningkatkan motivasi

Posted in Uncategorized at 6:53 am by cokroaminoto

Sistem imbalan dan efektivitas organisasi

Sistem imbalan yang diarahkan pada pemenuhan kebutuhan individu dapat juga mendukung pada peningkatan efektivitas organisasi. Dengan pendekatan peningkatan kepuasan dapat membantu membangun motivasi kinerja sistem lebih efektif dengan menjamin bahwa sebuah imbalan yang mempunyai nilai penting diberikan pada kinerja tugas secara efektif.

Dalam penerapannya, sistem imbalan dapat efektif apabila sebuah imbalan itu diberikan dalam kondisi-kondisi (Lawler, 1977): (1) mempunyai arti penting (2) fleksibel (3) diberikan dalam jumlah yang relatif sering (4) kejelasan, serta (5) biaya terjangkau. Dengan demikian memilih jenis imbalan bagi organisasi dilakukan dengan mengidentifikasi karakteristik imbalan yang dipilih.

Sistem imbalan yang sesuai harapan pegawai dengan mekanisme dan prosedur pemberian yang efektif, dapat berfungsi meningkatkan motivasi pegawai secara individu. Untuk dapat menilai sebuah sistem imbalan efektif dapat diketahui dari hal-hal sebagai berikut: (1) pegawai termotivasi untuk bekerja dalam organisasi (2) pegawai mempunyai dorongan kuat dalam pekerjaan (3) pegawai mempunyai keinginan yang kuat untuk berusaha mencapai target-target pekerjaan secara efektif (4) struktur tugas yang memungkinkan sebuah imbalan terdistribusikan secara proporsional menurut perbedaan individu berdasarkan tugas dan fungsi masing-masing.

Pada tingkat organisasi, motivasi pegawai dapat meningkatkan efektivitas organisasi (organizational effectiveness) (Lawler, 1977), yang berdampak pada keanggotaan, absensi, motivasi kinerja pegawai dan struktur tugas organisasi. Menurut Lawler (1971), dari hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa imbalan organisasi mempunyai pengaruh langsung terhadap keputusan keanggotaan pegawai untuk menentukan bergabung atau tidak dalam organisasi. Perilaku seperti ini dapat dijelaskan karena tingginya tingkat imbalan akan mempertinggi tingkat kepuasan dan motivasi. Untuk itu rancangan sebuah sistem imbalan dalam organisasi harus efektif dalam mempertahankan pegawai-pegawai yang kompeten, sehingga dalam sistem imbalannya harus menekankan faktor keadilan eksternal, karena persoalan pengunduran diri pegawai berarti pegawai meninggalkan organisasi untuk memperoleh situasi yang lebih baik di lain tempat. Dari hasil penelitian tersebut juga menunjukkan adanya hubungan antara tingkat absensi pegawai dengan kepuasan. Ketika pegawai merasa nyaman di tempat kerja dan merasa puas, secara individu mereka akan bekerja secara teratur. Untuk itu, kebijakan pemberian imbalan harus membuat pekerjaan menjadi tempat yang menyenangkan.

Agar dapat meningkatkan motivasi dan kinerja pegawai, imbalan harus diberikan pada waktu dan situasi yang tepat. Untuk itu dibutuhkan adanya alat ukur kinerja yang tepat, kemampuan untuk menilai imbalan yang tepat dan berarti secara individu bagi pegawai serta kontrol terhadap sejumlah imbalan yang pernah diterimanya.

Pada tingkat organisasi, sistem imbalan dapat digunakan untuk mengukuhkan struktur tugas yang sudah ada atau yang diinginkan dan dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan pekerjaan. Selanjutnya, manajer harus mengetahui apakah orang-orang yang ada dalam organisasinya adalah orang mengerjakan pekerjaan yang berlainan atau pekerjaan yang relatif sama.

Langkah penerapannya

Untuk memperoleh sistem imbalan dan melaksanakannya dalam organisasi, menurut Yukl (1994) ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan:

a.Mengidentifikasi dan mengukur aspek-aspek relevan dari kinerja yang akan diberi imbalan. Pemberian imbalan memberi indikasi tentang prioritas seorang manajer dan memandu usaha pegawai. Suatu kegagalan umum adalah menghargai hanya aspek-aspek kinerja yang dengan mudah diukur dan berharap bahwa aspek-aspek lainnya tidak akan diabaikan. Adalah penting untuk mengidentifikasi semua aspek yang relevan dari suatu prestasi kerja pegawai dan kemudian mendasarkan imbalan atas dasar pegawai melaksanakan seluruh pekerjaannya secara efektif atau belum, bukan hanya bagiannya. Aspek-aspek itu seringkali bersifat eksternal dan menentukan tingkat kinerja pegawai.

b.Mengidentifikasi imbalan yang diharapkan pegawai. Ada banyak macam imbalan yang dapat digunakan untuk pegawai, tetapi sebagai langkah awal seorang pimpinan harus menemukan jenis imbalan yang diharapkan pegawai. Jenis imbalan dapat dikembangkan dalam beberapa bentuk, seperti (Brenann, 1989): pengakuan, tugas dan pekerjaan yang menarik, tanggung jawab/otonomi, imbalan finansial, peningkatan status, aktivitas pribadi, imbalan sosial (kesempatan bertemu dengan orang-orang lain/pejabat), menghindarkan kebijakan dan prosedur yang tidak menyenangkan, menghindarkan lingkungan kerja yang tidak menyenangkan. Jadi, langkah pertama, adalah menetapkan jenis imbalan yang dikendalikan oleh pimpinan yang diinginkan oleh pegawai (Yukl, 1994). Untuk ini, ada cara-cara yang dapat dilakukan, yaitu dengan cara melakukan diskusi, mengamati, mendengarkan dan menanyakan pada pegawai tentang hal-hal yang ingin dilakukan atau diterima pegawai.

c.Mengidentifikasi cara-cara bagaimana imbalan itu ditetapkan, diberikan secara adil dan tepat waktu.

6.06.07

MANUSIA DALAM PEKERJAAN, Sebuah Tinjuan Perilaku Organisasi: Respon untuk Epi

Posted in Gagasan at 5:54 am by cokroaminoto

Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi. Kinerja organisasi sangat tergantung pada kinerja individu yang ada di dalamnya. Seluruh pekerjaan dalam perusahaan itu, para karyawanlah yang menentukan keberhasilannya. Sehingga berbagai upaya meningkatkan produktivitas perusahaan harus dimulai dari perbaikan produktivitas karyawan. Oleh karena itu, pemahaman tentang perilaku organisasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan kinerjanya.

Karyawan sebagai individu ketika memasuki perusahaan akan membawa kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan pengalaman masa lalunya sebagai karakteristik individualnya. Oleh karena itu, maaf-maaf kalau kita mengamati karyawan baru di kantor. Ada yang terlampau aktif, maupun yang terlampau pasif. Hal ini dapat dimengerti karena karyawan baru biasanya masih membawa sifat-sifat karakteristik individualnya. Selanjutnya karakteristik ini menurut Thoha (1983), akan berinteraksi dengan tatanan organisasi seperti: peraturan dan hirarki, tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab, sistem kompensasi dan sistem pengendalian. Hasil interaksi tersebut akan membentuk perilaku-perilaku tertentu individu dalam organisasi. Oleh karena itu penting bagi manajer untuk mengnalkan aturan-aturan perusahaan kepada karyawan baru. Misalnya dengan memberikan masa orientasi.

Perilaku Organisasi

Pada tingkat individu, jika pegawai merasa bahwa organisasi memenuhi kebutuhan dan karakteristik individualnya, ia akan cenderung berperilaku positif. Tetapi sebaliknya, jika pegawai tidak merasa diperlakukan dengan adil, maka mereka cenderung untuk tidak tertarik melakukan hal yang terbaik (Cowling dan James, 1996) Untuk itu, ketika seseorang mempunyai ketertarikan yang tinggi dengan pekerjaan, seseorang akan menunjukkan perilaku terbaiknya dalam bekerja (Duran-Arenas et.al, 1998). Selanjutnya menurut Cowling dan James, tidak semua individu tertarik dengan pekerjaannya. Akibatnya beberapa target pekerjaan tidak tercapai, tujuan-tujuan organisasi tertunda dan kepuasan dan produktivitas pegawai menurun.

Di lain pihak, organisasi berharap dapat memenuhi standar-standar sekarang yang sudah ditetapkan serta dapat meningkat sepanjang waktu. Masalahnya adalah cara menyelaraskan sasaran-sasaran individu dan kelompok dengan sasaran organisasi; dan jika memungkinkan, sasaran organisasi menjadi sasaran individu dan kelompok. Untuk itu diperlukan pemahaman bagaimana orang-orang dalam organisasi itu bekerja serta kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka dapat memberikan kontribusinya yang tinggi terhadap organisasi.

Belajar dari Vroom

Menurut Teori Pengharapan, perilaku kerja merupakan fungsi dari tiga karakteristik: (1) persepsi pegawai bahwa upayanya mengarah pada suatu kinerja (2) persepsi pegawai bahwa kinerjanya dihargai (misalnya dengan gaji atau pujian) (3) nilai yang diberikan pegawai terhadap imbalan yang diberikan. Menurut Vroom’s expectancy theory, perilaku yang diharapkan dalam pekerjaan akan meningkat jika seseorang merasakan adanya hubungan yang positif antara usaha-usaha yang dilakukannya dengan kinerja (Simamora, 1999). Perilaku-perilaku tersebut selanjutnya meningkat jika ada hubungan positif antara kinerja yang baik dengan imbalan yang mereka terima, terutama imbalan yang bernilai bagi dirinya. Guna mempertahankan individu senantiasa dalam rangkaian perilaku dan kinerja, organisasi harus melakukan evaluasi yang akurat, memberi imbalan dan umpan balik yang tepat.

06.12.07

IMBALAN DALAM PEKERJAAN:Respon untuk Joni

Posted in Gagasan at 2:48 pm by cokroaminoto

Imbalan sebagai bentuk pengukuhan

Imbalan adalah sesuatu yang meningkatkan frekuensi kegiatan seorang pegawai. Sesuatu dinamakan imbalan atau bukan, tergantung pada keseluruhan pengaruh terhadap perilaku pegawai. Jika kinerja seorang pegawai diikuti oleh sesuatu dan kinerja lebih sering terjadi di saat kemudian setelah sesuatu, maka sesuatu tersebut disebut imbalan.

Imbalan dalam pekerjaan memungkinkan sebuah kinerja akan diulang pada waktu yang akan datang. Sebagai contoh, seorang supervisor operator komputer menginginkan terjadi penurunan jumlah format yang tidak terpakai akibat kesalahan pencetakan dalam departemennya, dengan cara memberikan reaksi kepada masing-masing operator. Hasilnya tindakan supervisor tersebut diikuti penurunan jumlah kesalahan pencetakan setiap hari dari 50 hingga 23. Pemberian reaksi atau tanggapan seperti itu merupakan imbalan untuk meningkatkan kinerja pegawai operator komputer.

Penelitian Sims dan Szilagyi (1975) menunjukkan pemberian imbalan yang positif oleh pimpinan mempunyai hubungan yang positif terhadap peningkatan kemampuan dan kepuasan pegawai pada kelompok tugas administratif, profesi, teknik dan pelayanan di Rumah Sakit. Pegawai yang diberikan imbalan dilaporkan Cherington et.al. (1971), Podsakoff (1984) mengalami peningkatan kepuasan bekerja dari pada pegawai yang tidak diberi. Sementara itu, dari penelitian Robinson dan Larsen (1990) terhadap para pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian imbalan (reward) dan umpan balik (feedback) mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap performa kerja pegawai.

Dalam praktek, sayangnya sering terjadi kesalahan pemberian imbalan (disfunctional reward). Pemimpin memberikan imbalan justru terhadap perilaku pegawai yang tidak diharapkan, sementara itu hukuman justru diberikan pada perilaku pegawai yang baik (Prawirosentono, 1999). Sebagai contoh seorang pegawai yang mempunyai kemampuan menyelesaikan tugas laporan yang buruk, tiba-tiba pimpinan mengalihkan tugas secara permanen kepada pegawai lain yang dipercaya mampu mengerjakannya dengan baik. Pada situasi seperti itu, secara tidak sengaja seorang pegawai memperoleh imbalan dengan membuat kesalahan dan seseorang mendapat hukuman setelah membuat pekerjaan yang baik.

Untuk itu, selain pengetahuan tentang imbalan yang tepat, seorang pimpinan juga harus mampu memilih jenis-jenis imbalan yang berarti bagi pegawai, karena sebuah imbalan dapat menimbulkan reaksi yang berbeda. Sebagai contoh, ajakan makan di luar bagi orang yang bekerja seluruh waktunya berada di jalan, ajakan tersebut bukan merupakan sebuah imbalan. Lain halnya bagi orang yang tidak pernah makan di luar dan ia harus menyiapkan makanannya sendiri. Untuk itu perlu dipertimbangkan jenis-jenis imbalan yang akan diberikan sesuai situasi dan kondisi organisasi.

Imbalan intrinsik dan ekstrinsik

Imbalan intrinsik (Simamora, 1999) adalah imbalan yang dinilai di dalam dan dari diri pegawai, yang melekat pada aktivitas itu sendiri. Pemberian imbalan ini tidak tergantung pada kehadiran atau tindakan orang lain. Tipe imbalan intrinsik adalah seperti perasaan yang berbeda yang dialami oleh pegawai sebagai akibat kinerja mereka pada pekerjaan. Contoh imbalan intrinsik ini adalah perasaan individu akan kemampuan pribadi (personal competence) sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan dengan baik, perasaan pencapaian pribadi, tanggungjawab dan otonomi pribadi dan perasaan pertumbuhan dan pengembangan pribadi.

Imbalan intrinsik memiliki potensi untuk memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku individu dalam organisasi. Alat utama yang dapat digunakan agar individu dapat mendapatkan imbalan intrinsik dari pekerjaan mereka terletak dalam cara-cara organisasi merancang pekerjaan pegawai-pegawainya.

Imbalan ekstrinsik tidak mengikuti secara alamiah atau secara inheren kinerja sebuah aktivitas, namun diberikan kepada pegawai oleh pihak-pihak dari luar. Imbalan-imbalan ini sering digunakan oleh organisasi dalam usaha untuk mempengaruhi perilaku dan kinerja pegawai. Termasuk dalam imbalan ekstrinsik adalah pengakuan dan pujian dari atasan, promosi, tunjangan-tunjangan finansial serta imbalan sosial seperti kesempatan untuk berteman dan menjumpai banyak orang baru.

Mengingat bahwa imbalan ekstrinsik dihasilkan oleh sumber-sumber dari luar, maka agar pegawai mendapat pujian, promosi dan imbalan sosial tergantung pada persepsi dan pertimbangan individu oleh atasannya. Perolehan imbalan finansial tergantung pada kebijakan-kebijakan gaji dan keuangan dari organisasi.

Pemberian imbalan finansial tidak selalu efektif dalam pengelolaan kinerja pegawai (Daniels dan Rosen, 1982). Dari hasil survei oleh Lee Hecht Harrison dalam program penempatan pegawai dan pengelolaan karir pada perusahaan di New York, menunjukkan bahwa peningkatan upah dan pembayaran insentif (financial rewards) tidak membantu menurunkan angka pegawai yang keluar dari pekerjaan. Tingginya angka pegawai yang keluar dapat diatasi jika para pemimpin perusahaan menggabungkan cara-cara peningkatan kegiatan pengembangan karier dengan komunikasi yang bersahabat dan fleksibilitas hubungan staf (non-financial rewards).

Dalam lingkungan kerja terdapat motivator-motivator utama bagi para pegawai. Dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada para pegawai untuk mengidentifikasikan sesuatu yang dirasakan sebagai pendorong motivasi yang paling utama adalah: pekerjaan yang menarik dan memberikan tantangan, pengakuan terhadap hasil pekerjaan yang baik, perasaan ikut memiliki dalam pekerjaan, keamanan dan keselamatan kerja dan upah yang menarik. Motivator lainnya termasuk menghormati perseorangan, kondisi kerja yang baik, komunikasi yang terbuka dengan pimpinan, peluang bagi pengembangan dan kepemimpinan yang kompeten.

07.02.07

PENGUKUHAN PERILAKU DAPAT MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN: Untuk Mas Djoko Winarno, terima kasih

Posted in Gagasan at 6:55 am by cokroaminoto

Pengukuhan dalam pelaksanaan pekerjaan

Dalam analisis fungsional telah dipelajari bagaimana orang-orang akan mau bekerja menurut cara-cara yang mereka lakukan. Ternyata, mereka mau bekerja karena ada konsekuensi dari luar yang mengukuhkan perilakunya! Secara teoritis, perilaku bekerjanya seseorang merupakan pola rangkaian a-b-c: anteseden-behavior-consecuence atau pertalian stimuli-perilaku-pengukuhan (Gibson, 1987).

Stimuli (anteseden) merupakan awal dari seseorang melakukan suatu aktivitas, yang berupa sesuatu yang terpikir sebelum munculnya perilaku yang pasti. Hal ini berarti segala sesuatu pendorong yang datangnya dari lingkungan pekerjaan. Muncul setiap hari baik dalam kehidupan maupun di tempat kerja. Sebagai contoh, sebuah fakta seseorang berada di sebuah home-page di internet adalah merupakan akibat dari sebuah antesenden.

Anteseden merupakan bagian yang sangat penting yang menunjukkan sebuah perilaku tersebut dimulai. Dalam pekerjaan, anteseden ini dapat berupa: kebijakan, tujuan, perintah, pengumuman, pelatihan, prosedur, pernyataan dalam visi organisasi. Anteseden merupakan sebuah rangkaian dari sebuah perilaku kerja atau kinerja, tetapi tidak pasti hal-hal tersebut di atas akan terjadi. Sehingga seorang manajer harus sering menggunakan anteseden. Namun, rata-rata 80% dalam praktek, para manajer melupakan unsur perilaku dan pengukuhan.

Perilaku (behavior) merupakan proses cara seseorang mengerjakannya. Perilaku merupakan sebuah unsur yang menjadi pusat perbedaan manusia. Dalam pekerjaan, tanpa perilaku tidak akan ada produksi. Perilaku merupakan kata kunci, sebab dalam pekerjaan sangat banyak perilaku yang muncul yang menyebabkan sebuah hasil tertentu. Perilaku dapat diobservasi sehingga kita dapat membetulkan, menjumlah dan menilai dan selanjutnya kita dapat mengelolanya. Jika seorang manajer menaruh perhatiannya hanya pada pengelolaan hasil saja tidak akan selalu efektif, karena perilaku merupakan bagian dari keseluruhan proses dan hasil itu adalah keluaran dari perilaku.

Konsekuensi (consequences) atau disebut sebagai reinforcement merupakan pengukuhan atau tanggapan atas perilaku seseorang. Secara operasional, pengukuhan adalah segala sesuatu yang meningkatkan kekuatan respon dan cenderung mendorong repetisi perilaku. Pengukuhan (reinforcement) memegang peranan yang penting pada proses belajar dalam organisasi. Proses belajar dalam organisasi, merupakan proses perubahan perilaku yang dapat digunakan dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kepuasan pegawai. Secara konseptual pengukuhan berkaitan dengan proses psikologis dari motivasi- yang merupakan proses psikologis dasar. Sedang pengukuhan dipicu oleh kondisi lingkungan. Dengan demikian motivasi merupakan proses internal dari perilaku, sedangkan pengukuhan merupakan proses eksternal perilaku (Prawirosentono,1999).

Segala pengukuhan baik yang bersifat positif maupun negatif akan mempengaruhi probabilitas repetisi. Pengukuhan positip yang diberikan pada individu akan memperkuat perilaku dengan munculnya konsekuensi yang diharapkan. Ada beberapa bentuk pengukuhan, yaitu: pengukuhan positif, pengukuhan negatif, hukuman dan pemadaman. Pengetahuan akan prinsip-prinsip ini sangat bermanfaat bagi organisasi yang dapat digunakan dalam mengorganisir perilaku pada saat hendak dikembangkannya sistem imbalan.

Pentingnya pengukuhan dalam peningkatan kinerja pegawai

Ada cara-cara memodifikasi perilaku pegawai agar tercipta tingkat kinerja pegawai pada tingkat tertentu. Cara-cara tersebut meliputi: penjelasan rincian tugas (task clarification), pemberian pengukuhan positif (positif reinforcement) dan umpan balik yang korektif (corrective feedback). Penjelasan rincian tugas berguna untuk mengukur ketepatan komponen perilaku yang diharapkan dari sebuah tugas. Dalam hal ini peran supervisor dalam mendelegasikan tugas terutama untuk pertama kali kepada pegawai harus memberikan informasi yang memadai tentang hal-hal yang harus dikerjakan dalam penyelesaian tugas. Umpan balik yang korektif merupakan hal yang sangat sederhana dan paling efektif dalam peningkatan kinerja. Hasil penelitian Daniels dan Rosen (1982) terhadap kasir toko menunjukkan adanya peningkatan perilaku dengan diberikan umpan balik kinerja, kejelasan sasaran dan peningkatan pemberian waktu istirahat sebagai imbalan. Pengukuhan positif (positive reinforcement) sangat efektif dalam peningkatan kinerja manajemen terutama tingkat individu jika diberikan secara sungguh-sungguh (sincere), bersifat khusus (specific), segera (immediate), bersifat pribadi (personal) dan sering (frequent). Untuk memperoleh gambaran yang lebih luas tentang pengukuhan individu (individual reinforcement) menurut Marr dan Roesler (cit. Daniels dan Rosen, 1982) agar pengukuhan sosial (social reinforcement) dapat diberikan secara nyata dan tepat dalam peningkatan kinerja pegawai, perlu dilakukan observasi hal-hal tentang: (1) topik yang yang disenangi pegawai (2) hal-hal yang mereka kerjakan pada waktu-waktu senggang (3) orang-orang yang menjadi teman bekerjanya dalam melaksanakan tugas, serta (4) hal-hal yang ingin mereka kerjakan selama waktu istirahat. Dengan cara melakukan observasi, pengukuhan yang tepat dan layak dapat dipelajari. Hanya sayangnya, menurut Daniels (1982), pembicaraan hal tersebut hanya disibukkan pada orang-orang tentang hal-hal yang diinginkan, sedangkan hanya ada sedikit waktu untuk mendengarkan tentang hal-hal yang mereka inginkan.



tulisan
April 6, 2008, 1:28 am
Filed under: Uncategorized

Artikel

PERSPEKTIF SISTEM DUNIA

(sebuah kajian teori manajemen pembangunan)

Teori-teori pembangunan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yang berkembang secara tesis dan antitesis yang perkembangannya mengikuti wacana teori dan aksi secara berulang-ulang. Pada tahap pertama muncul teori modernisasi yang berada dalam kerangka teori evolusi. Teori ini muncul di Amerika Serikat yang mengaplikasikannya dalam program Marshal Plan. Karena ada ketidakpuasan terhadap pola pembangunan ini, maka kemudian lahir teori ketergantungan (dependency theory) yang memiliki sisi pandang dari negara-negara dunia ketiga yang berada dalam posisi tergantung terhadap negara-negara maju. Terakhir, untuk cara pandang yang lebih sempurna, lahir teori sistem dunia (the world system theory), dimana dunia dipandang sebagai sebuah sistem yang sangat kuat yang mencakup seluruh negara di dunia, yaitu sistem kapitalisme.

Teori sistem dunia masih bertolak dari teori dependensi, namun menjelaskan lebih jauh dengan merubah unit analisisnya kepada sistem dunia, sejarah kapitalisme dunia, serta spesifikasi sejarah lokal. Menurut teori sistem dunia, dunia ini cukup dipandang hanya sebagai satu sistem ekonomi saja, yaitu sistem ekonomi kapitalis. Negara-negara sosialis, yang kemudian terbukti juga menerima modal kapitalisme dunia, hanya dianggap satu unit saja dari tata ekonomi kapitalis dunia. Teori ini yang melakukan analisa dunia secara global, berkeyakinan bahwa tak ada negara yang dapat melepaskan diri dari ekonomi kapitalis yang mendunia.Dari Dependensi Menuju Sistem Dunia.

Pertentangan dua teori besar yang saling bertolak belakang, yaitu modernisasi dan ketergantungan membawa dampak positif berupa lahirnya teori pembangunan baru yang dikenal sebagai teori sistem dunia. Teori ini banyak dipengaruhi oleh teori dependensi. Teori sistem dunia mengambil beberapa konsep yang telah terlebih dahulu diajukan oleh teori dependensi, yaitu konsep ketimpangan nilai tukar, eksploitasi negara pinggiran oleh negara senter dan konsep pasar dunia.

Dari sejarahnya terlihat bahwa kapitalisme lahir lebih kurang tiga abad sebelum teori-teori pembangunan muncul. Sehingga, berbagai perdebatan terhadap teori maupun praktek pembangunan sudah berada di dalam alam kapitalisme. Karena itu, tidak mengherankan jika kapitalisme sangat mewarnai teori-teori pembangunan.

Motivasi teori modernisasi untuk merubah cara produksi masyarakat berkembang sesungguhnya adalah usaha merubah cara produksi pra-kapitalis ke kapitalis, sebagaimana negara-negara maju sudah menerapkannya untuk ditiru. Selanjutnya dalam teori dependensi yang bertolak dari analisa Marxis, dapat dikatakan hanyalah mengangkat kritik terhadap kapitalisme dari skala pabrik (majikan dan buruh) ke tingkat antar negara (sentarl dan pinggiran), dengan analisis utama yang sama yaitu eksploitasi. Demikian halnya dengan teori sistem dunia yang didasari teori dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan satuan analisis dunia sebagai hanya satu sistem, yaitu sistem ekonomi kapitalis.

Teori dependensi berbicara tentang kapitalisme dan eksploitasi

sebagai penyebab kegagalan negara pinggiran Frank menyajikan lima tesis tentang dependensi, yaitu :

1. Terdapat kesenjangan pembangunan antara negara sentral dan pinggiran,

pembangunan pada negara satelit dibatasi oleh status negara satelit tersebut.

2. Kemampuan negara satelit dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan industri kapitalis meningkat pada saat ikatan terhadap negara sentral sedang melemah. Pendapat ini merupakan antitesis dari modernisasi yang menyatakan bahwa kemajuan negara dunia ketiga hanya dapat dilakukan dengan hubungan dan difusi dengan negara maju. Tesis ini dapat dijelaskan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu “isolasi temporer” yang disebabkan oleh krisis perang atau melemahnya ekonomi dan politik negara sentral. Frank megajukan bukti empirik untuk mendukung tesisnya ini yaitu pada saat Spanyol mengalami kemunduran ekonomi pada abad 17, perang Napoleon, perang dunia pertama, kemunduran ekonomi pada tahun 1930 dan perang dunia kedua telah menyebabkan pembangunan industri yang pesat di Argentina, Meksiko, Brasil dan Chili. Pengertian isolasi yang kedua adalah isolasi secara geografis dan ekonomi yang menyebabkan ikatan antara “sentral-satelit” menjadi melemah dan kurang dapat menyatukan diri pada sistem perdagangan dan ekonomi kapitalis.

3. Negara yang terbelakang dan terlihat feodal saat ini merupakan negara

yang memiliki kedekatan ikatan dengan negara sentral pada masa lalu. Frank menjelaskan bahwa pada negara satelit yang memiliki hubungan sangat erat telah menjadi “sapi perah” bagi negara sentral. Negara satelit tersebut hanya sebatas sebagai penghasil produk primer yang sangat dibutuhkan sebagai modal dalam sebuah industri kapitalis di negara sentral.

4. Kemunculan perkebunan besar di negara satelit sebagai usaha pemenuhan

kebutuhan dan peningkatan keuntungan ekonomi negara sentral. Perkebunan yang dirintis oleh negara sentral ini menjadi cikal bakal munculnya industri kapitalis yang sangat besar yang berdampak pada eksploitasi lahan, sumberdaya alam dan tenaga kerja negara satelit.

5. Eksploitasi yang menjadi ciri khas kapitalisme menyebabkan menurunnya

kemampuan berproduksi pertanian di negara satelit. Ciri pertanian subsisten pada negara terbelakang menjadi hilang dan diganti menjadi pertanian yang kapitalis.

Frank telah memberikan alasan dari kegagalan negara pinggiran untuk maju seiring dengan negara sentral. Kegagalan ini disebabkan oleh adanya eksploitasi dan sistem ekonomi kapitalisme yang dilakukan oleh negara sentral. Santos mengamsusikan bahwa bentuk dasar ekonomi dunia memiliki aturan-aturan perkembangannya sendiri, tipe hubungan ekonomi yang dominan di negara sentral adalah kapitalisme sehingga menyebabkan timbulnya saha melakukan ekspansi keluar dan tipe hubungan ekonomi pada negara pinggiran merupakan bentuk ketergantungan yang dihasilkan oleh ekspansi kapitalisme oleh negara sentral. Santos menjelaskan bagaimana timbulnya kapitalisme yang dapat menguasai sistem ekonomi dunia. Keterbatasan sumber daya pada negara maju mendorong mereka untuk melakukan ekspansi besar-besaran pada negara miskin. Pola yang dilakukan

memberikan dampak negatif berupa adanya ketergantungan yang dialami oleh negara miskin. Negara miskin akan selalu menjadi negara yang terbelakang dalam pembangunan karena tidak dapat mandiri serta selalu tergantung dengan negara maju.Apabila kita lihat, tampak bahwa teori dependensi memiliki kecenderungan untuk mempersoalkan kapitalisme sebagai penyebab kemiskinan dan kegagalan pembangunan di negara pinggiran. Eksploitasi sumber daya alam serta proses pertukatan yang tidak seimbang antara negara sentral dan negara pinggiran menyebabkan tidak seimbangnya keuntungan yang didapatkan oleh masing-masing kelompok negara.

Walaupun kedua teori tersebut mamiliki beberapa kesamaan, namun

terdapat perbedaan pokok anatar keduanya. Pertama, adalah apada unit analisis yang digunakan. Teori dependensi menggunakan unit analisis pada tingkat negara atau nasional, sedangkan teori sistem dunia menggunakan unit analisis global atau sistem dunia yang merupakan gambaran dari hubungan antar negara. Perbedaan kedua adalah pada metode kajian. Teori dependensi menggunakan metode historis struktural yang mempelajari masa pasang surut sebuah negara. Teori sistem dunia menggunakan dinamika sejarah sistem dunia secara global.

Perbedaan ketiga adalah pada struktur teori, dimana teori dependensi

menggunakan struktur teori dua kutub, sedangkan teori sistem dunia menggunakan struktur teori tiga kutub. Perbedaan selanjutnya adalah pada arah pembangunan. Teori dependensi menyatakan bahwa pembangunan bersifat searah dan deterministik sari negara sentral ke negara pinggiran. Teori sistem dunia menyatakan bahwa arah pembangunan lebih bersifat fleksibel dengan adanya peluang perpindahan status suatu negara dalam sistem dunia. Sedangkan perbedaan terakhir adalah pada arena kajian. Teori dependensi menjadikan negara pinggiran sebagai arena kajian, sedangkan teori sistem dunia menggunakan negara pinggiran, negara semi pinggiran

dan sistem ekonomi dunia sebagai arena kajiannya.

Tesis dan Asumsi Dasar

Tesis yang disampaikan oleh teori sistem dunia adalah adanya bentuk hubungan negara dalam sistem dunia yang terbagi dalam tiga bentuk negara yaitu negara sentral, negara semi pinggiran dan negara pinggiran. Ketiga bentuk negara tersebut terlibat dalam hubungan yang harmonis secara ekonomis dan kesemuanya akan bertujuan untuk menuju pada bentuk negara sentral yang mapan secara ekonomi.

Perubahan status negara pinggiran menuju negara semi pinggiran

ditentukan oleh keberhasilan negara pinggiran melaksanakan salah satu atau

kombinasi dari strategi pembangunan, yaitu strategi menangkap dan memanfaatkan peluang, strategi promosi dengan undangan dan strategi berdiri diatas kaki sendiri. Sedangkan upaya negara semi pinggiran menuju negara sentral bergantung pada kemampuan negara semi pinggiran melakukan perluasan pasar serta introduksi teknologi modern. Kemampuan bersaing di pasar internasional melalui perang harga dan kualitas.

Negara semi pinggiran yang disampaikan oleh Wallerstein merupakan sebuah pelengkap dari konsep sentral dan pinggiran yang disampaikan oleh teori dependensi. Alasan sederhana yang disampaikannya adalah, banyak negara yang tidak termasuk dalam dua kategori tersebut sehingga Wallerstein mencoba menawarkan konsep pembagian dunia menjadi tiga kutub yaitu sentral, semi pinggiran dan pinggiran.

Terdapat dua alasan yang menyebabkan sistem ekonomi kapitalis dunia saat ini memerlukan kategori semi pinggiran, yaitu dibutuhkannya sebuah perangkat politik dalam mengatasi disintegrasi sistem dunia dan sarana pengembangan modal untuk industri dari negara sentral. Disintegrasi sistem dunia sangat mungkin terjadi sebagai akibat “kecemburuan” negara pinggiran dengan kemajuan yang dialami oleh negara sentral. Kekhawatiran akan timbulnya gejala disintegrasi ini dikarenakan jumlah negara miskin yang sangat banyak harus berhadapan dengan sedikit negara maju. Solusi yang ditawarkan adalah membentuk kelompok penengah antara keduanya atau dengan kata lain adanya usaha mengurangi disparitas antara negara maju dan negara miskin. Secara ekonomi, negara maju akan mengalami kejenuhan investasi sehingga diperlukan perluasan atau ekspansi pada negara lain. Upaya perluasan investasi ini membutuhkan lokasi baru pada negara miskin. Negara ini kemudian dikenal dengan istilah negara semi pinggiran.

Wallerstein mengajukan tesis tentang perlunya gerakan populis berskala nasional digantikan oleh perjuangan kelas berskala dunia. Lebih jauh Wallerstein menyatakan bahwa pembangunan nasional merupakan kebijakan yang merusak tata sistem ekonomi dunia. Alasan yang disampaikan olehnya, antara lain :

1. Impian tentang keadilan ekonomi dan politik merupakan suatu keniscayaan bagi banyak negara.

2. Keberhasilan pembangunan pada beberapa negara menyebabkan perubahan radikal dan global terhadap sistem ekonomi dunia.

3. Strategi pertahanan surplus ekonomi yang dilakukan oleh produsen berbeda dengan perjuangan kelas yang berskala nasional.

Pengaruh Teori Sistem Dunia

Teori sistem dunia telah mampu memberikan penjelasan keberhasilan pembangunan ekonomi pada negara pinggiran dan semi pinggiran. Negara-negara sosialis, yang kemudian terbukti juga menerima modal kapitalisme dunia, hanya dianggap satu unit saja dari tata ekonomi kapitalis dunia.

Negara sosialis yang kemudian menerima dan masuk ke dalam pasar kepitalis dunia adalah China, khususnya ketika periode pengintegrasian kembali (Penelitian So dan Cho dalam Suwarsono dan So, 1991). Teori ini yang melakukan analisa dunia secara global, berkeyakinan bahwa tak ada negara yang dapat melepaskan diri dari ekonomi kapitalis yang mendunia. kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan cara produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi untuk dijual, telah merambah jauh jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyak-banyaknya, bersama-sama juga mengembangkan individualisme, komersialisme, liberalisasi, dan

pasar bebas. Kapitalisme tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat antar individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara.

Daftar Rujukan.

Alvin Y. SO Suwarsono,1991, Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia, LP3ES Jakarta.

Immanuel Wallerstein. 1982, The Rise and Future Demise of World

Robert. A. Denemark et al. 2000. World System History: The Social Science of Long Term Change. London. Routledge.

Komentar:

Teori manajemen pembangunan sejak lama menjadi kajian yang menarik. Kelahiran teori system dunia merupakan sebuah konsekuensi logis perkembangan paradigma masyarakat akan eksistensi manajemen pembangunan di era yang kian menglobal ini.Teori system dunia menggagas bahwa dunia dipandang sebagai sebuah sistem yang sangat kuat yang mencakup seluruh negara di dunia, yaitu sistem kapitalisme.

Menurut teori sistem dunia, dunia ini cukup dipandang hanya sebagai satu sistem ekonomi saja, yaitu sistem ekonomi kapitalis. Negara-negara sosialis, yang kemudian terbukti juga menerima modal kapitalisme dunia, hanya dianggap satu unit saja dari tata ekonomi kapitalis dunia.Pernyataan tersebut cukup beralasan karena pada dasarnya Negara-negara yang ada di dunia tak lebih dari sebuah rangkaian system yang berinteraksi baik secara langsung ataupun tidak langsung apalagi dalam hal percaturan ekonomi.

Fenomena manajemen pembangunan yang menganga dewasa inipun masih berkiblat pada besar kecilnya kekuatan ekonomi sebuah Negara yang notabene ditentukan oleh manajemen pembangunan di negera tersebut. Teori sistem dunia mengambil beberapa konsep yang telah terlebih dahulu diajukan oleh teori dependensi, yaitu konsep ketimpangan nilai tukar, eksploitasi negara pinggiran oleh negara senter dan konsep pasar dunia. Ketika ketiga konsep ini dipasangkan pada kondisi kekinian manajemen pembangunan, bias jadi secara otomatis akan terklasifikasi Negara-negara sentral dan Negara-negara pinggiran.

Pada akhirnya kebenaran Teori dependensi yang berbicara tentang kapitalisme dan eksploitasi pun benar-benar muncul sebagai penyebab kegagalan negara pinggiran.Keterpurukan Negara pinggiran secara tidak langsung akan mempertinggi ketergantungannya pada Negara-negara sentral. Kongkretnya, mananggapi situasi seperti ini Indonesia harus hadap diri dan menganalisa tingkat keterpurukan manajemen pembangunan yang berjalan selama ini. Setidaknya Indonesia mengukur posisi dan kondisi manajemen pembangunan apakah masuk pada area pinggiran ataukah menghampiri area sentral.

Sebuah negara yang ingin memperbaiki manajemen pembangunan, harus berupaya maksimal menciptakan Perubahan status negara pinggiran menuju negara semi pinggiran.Adapun semua itu ditentukan oleh keberhasilan negara pinggiran melaksanakan salah satu atau kombinasi dari strategi pembangunan, yaitu strategi menangkap dan memanfaatkan peluang, strategi promosi dengan undangan dan strategi berdiri diatas kaki sendiri. Sedangkan upaya negara semi pinggiran menuju negara sentral bergantung pada kemampuan negara semi pinggiran melakukan perluasan pasar serta introduksi teknologi modern. Kemampuan bersaing di pasar internasional melalui perang harga dan kualitas.

Pada dasarnya Kapitalisme tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat antar individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara. Hanya saja konsep tersebut benar-benar harus dimengerti oleh para pejabat, petinggi negara atau para pelaku pemerintahan. Sebab untuk menuju sebuah perubahan sistem manajemen pembangunan yang ideal tentu saja membutuhkan kesungguhan hati dan tekad yang bulat apalagi jika ingin berkiblat pada teori- makro seperti teori sistem dunia.